Ia menjelaskan bahwa dalam konteks Jerman, kebijakan yang berkaitan dengan masalah publik, seperti pengesahan kepengurusan partai politik, ditetapkan oleh pejabat dalam aparat administrasi negara atau pihak yang melayani kepentingan publik.
"Bukan oleh menteri yang merupakan pembantu presiden atau representasi dari pemerintah," jelas Saiful.
Baca Juga:
Prabowo Singgung Pilpres 2029, Sebut AHY Bisa Berdampingan dengan Gibran
Menurut dia, mestinya dari awal yang memutus sah tidaknya kepengurusan parpol adalah Pengadilan Administrasi Negara seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Saiful mengaitkan akar konflik internal dalam Partai Demokrat dengan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang dilakukan oleh pihak yang mendukung kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ia mengungkapkan bahwa kelompok yang dikelola oleh AHY telah mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dengan cara yang tidak sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Partai Politik.
Baca Juga:
Kongres VI Partai Demokrat, AHY Kembali Terpilih Jadi Ketua Umum
"Nah, apa yang kami lakukan dengan menyelenggarakan KLB, adalah reaksi dari itu semua. Sayangnya para pihak yang berwenang memutus perkara ini tidak terlalu tanggap dan jeli," tutur Saiful.
Pun, dia menyoroti keras pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mencuat beberapa waktu lalu sebelum putusan MA. Bagi dia, omongan Mahfud seolah mengintimidasi hakim MA.
"Dengan mengatakan mereka mabok kalau sampai memenangkan PK Moeldoko. Bagi saya ini tindakan yang selain kurang arif dan bijaksana, juga menyalahi prinsip etika pejabat pemerintah yang benar," ujarnya.