WahanaNews.co | Kasus mafia Bea Cukai yang sudah lama disinggung kini semakin menemui titik terang.
Kali ini salah seorang saksi yang menjabat sebagai Direktur PT Sinergi Karya Kharisma (SKK) Arif Agus Harsono bercerita saat perusahaannya diperas oleh eks pejabat Bea Cukai.
Baca Juga:
Sebanyak 15 Ribu Batang Rokok Ilegal Disita Bea Cukai dan Satpol PP Subulussalam
Arif juga merupakan korban pemerasan eks pejabat Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
Mereka diminta Rp 1.000 untuk setiap barang impor dari China ke Indonesia di bandara.
Korban dihadirkan jadi saksi untuk dua terdakwa, yaitu Kabid Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I Qurnia Ahmad Bukhari serta Kasi Fasilitas Pabean dan Cukai II Vincentius Istiko di persidangan.
Baca Juga:
Diskominfosanditik Sumedang Terus Sosialisasikan Ketentuan Cukai kepada Masyarakat Secara Berkelanjutan
Pemerasan oleh mereka diawali dari surat teguran ke perusahaan.
"Isi suratnya menanyakan barang di gudang kami, kami berencana ketemu kepala kantor Ibu Finari tadinya tapi tidak bisa dan minta ditanyakan ke kepala bidangnya dalam hal ini Qurnia," kata saksi Arif di hadapan hakim di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (6/4/2022).
Pada 25 Mei 2020, ia bersama komisaris datang bertemu dengan terdakwa Qurnia dan Istiqo di kantor Bea Cukai.
Mereka berdua lantas meminta pertemuan selanjutnya dilakukan di Pantai Indah Kapuk.
"Pak Istiko (terdakwa) datang, kaget minta ngomong empat mata bisa nggak. Saya akhirnya geser, katanya ada pesan dari Kabid harus koordinasi. Koordinasi dalam bentuk uang," ujarnya.
Ia meminta setiap impor barang melalui Bea Cukai ada jatah Rp 5.000 dan disetorkan kepadanya. Saksi sempat bertanya apakah uang itu untuk Bea Cukai apakah untuk pribadi.
Pengakuan terdakwa uang itu katanya untuk pribadi.
Saksi sempat menawar apakah bisa permintaan itu dikurangi jumlahnya.
"Saya kaget juga, saya nggak bisa mutusin, kalau segitu tidak mungkin, saya buka-bukaan, kita menerima cuma Rp 20 ribu (per kilo barang), itu belum dipotong gaji, gudang, airline, dan lain-lain," ujarnya.
"Oh, nggak bisa begitu, tambahin lagi lah," kata saksi menirukan permintaan terdakwa Istiko.
Terdakwa disebut memaksa meminta Rp 2.000 untuk setiap kilo barang yang masuk.
Tapi disepakati Rp 1.000 untuk sementara.
Waktu itu, katanya, jumlah barang yang masuk ke perusahaan melalui Bea Cukai totalnya 124 kilo per Mei.
Perusahaan, katanya, diminta menyerahkan Rp 125 juta oleh terdakwa.
"Pertemuan kedua itu 28 Mei di PIK, di restoran sama, diserahkan Rp 125 juta, yang menerima Istiko. Kata-kata beliau kurang berkenan, intinya kalau segini tolong ditambahin lah," ujarnya.
Dia mengatakan perusahaan takut dengan surat teguran yang disampaikan oleh para terdakwa.
Makanya, di bulan Juni, perusahaan kembali dihubungi dan diminta serahkan uang.
"Kemudian 8 Juni Rp 240 juta, itu perincian dari barang masuk, diterima cash," katanya. [rin]