Dia memandang, perkara korupsi yang
membelitnya tidak jauh berbeda dengan mereka.
Kekeliruan mendasar hakim kasasi
terhadap Luthfi Hasan, sambung Sugiyono, terkait penerapan pasal putusan yang tidak berubah, yaitu Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
"Terpidana selaku penyelenggara
negara sama-sama menerima uang dari pihak swasta, namun penerimaan uang tidak
masuk dalam ranahnya. Pemohon tidak dilakukan secara adil, oleh karena itu pemohon mengajukan PK," kata Sugiyono.
Sementara itu, terkait perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sambung Sugiyono, perbuatan pencucian uang yang
dituduhkan terhadap kliennya tidak sesuai dengan waktu penerapan UU TPPU.
"Wajib bagi penuntut umum untuk
merinci detail tindak pidana yang diduga menjadi predicate crime pencucian uang. Pemohon menilai, pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tak memenuhi unsur tempus delicti tindak pidana asal, sehingga hanya menjadi dugaan saja," imbuhnya.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Seperti diketahui, pada tingkat
kasasi, hukuman Luthfi Hasan diperberat menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1
miliar subsider 6 bulan kurungan.
Luthfi juga ditambah hukuman
pencabutan hak politik usai menjalani pidana pokok.
Putusan kasasi ini sejatinya lebih
berat dari putusan tingkat pertama dan pada Pengadilan Tinggi, yang menjatuhkan hukuman terhadap Luthfi agar dipidana selama 16
tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.