WahanaNews.co |
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, menyambut baik putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak menerima gugatan UU Cipta Kerja (Ciptaker)
yang diajukan organisasi buruh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
(KSBSI).
Ida berharap seluruh pihak
menghormati atas apa yang telah menjadi putusan MK.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Alhamdulillah, MK sudah
menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga permohonan
pemohon tidak dapat diterima," kata Ida dalam keterangan tertulis, Kamis
(1/7/2021).
"Sekarang saatnya kita
menatap ke depan menyelesaikan pandemi COVID-19 dan membangun ketenagakerjaan
lebih baik lagi," imbuhnya.
Sementara itu, Sekjen
Kemnaker, Anwar Sanusi, menilai logis putusan dari MK dalam perkara 109 yang
diajukan oleh pemohon KSBSI.
Baca Juga:
Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan: Kaji Ulang Omnibus Law Jika Terpilih
Putusan MK tersebut telah
menunjukkan ketelitian dan objektifitas MK dalam memeriksa status kedudukan
hukum pemohon Uji Materiil UU Cipta Kerja, khususnya Klaster Ketenagakerjaan.
"Yang bertindak untuk
dan atas nama organisasi ya memang seharusnya berpatokan pada AD/ART organisasi
tersebut," ucapnya.
Diketahui, dalam Amar
putusannya, Ketua MK Anwar Usman yang didampingi delapan hakim konstitusi
lainnya menyatakan permohonan (KSBSI) tidak dapat diterima.
Alasannya, pemohon tidak
memiliki kedudukan hukum (persona standi
in judicio) untuk mengajukan permohonan.
"Amar putusan,
mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar
Usman.
"Karenanya, Mahkamah
tidak mempertimbangkan pokok permohonan," imbuh Hakim Konstitusi,
Suhartoyo, saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
Selain itu, MK dalam
pertimbangan hukumnya menyebutkan, Pemohon dalam permohonannya menerangkan
selaku Badan Hukum Perkumpulan yang telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja
Jakarta Pusat dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Pemohon dalam hal ini
diwakili oleh Prof Dr Muchtar Pakpahan SH MH, selaku Ketua Umum DPP (K)SBSI,
dan Vindra Whindalis selaku Sekretaris Jenderal berdasarkan hasil Kongres ke-6
(K)SBSI.
Sebelum Mahkamah lebih lanjut
mempertimbangkan kerugian konstitusional Pemohon, terlebih dahulu Mahkamah akan
mempertimbangkan kapasitas Pemohon sebagai Badan Hukum Perkumpulan untuk
mengajukan permohonan.
Berdasarkan Pasal 47 ayat (2)
dan ayat (4) Anggaran Dasar (K)SBSI dan Pasal 12 ayat (7) Anggaran Rumah Tangga
(K)SBSI menyatakan Ketua Umum berwenang bertindak untuk dan atas nama
organisasi baik ke dalam maupun ke luar organisasi.
Kemudian Pasal 12 ayat (8)
huruf a Anggaran Rumah Tangga (K)SBSI menyatakan Sekretaris Jenderal berwenang
bertindak untuk dan atas nama organisasi terkait dengan administrasi organisasi
baik kedalam maupun keluar organisasi.
Dengan demikian yang dapat
bertindak untuk mewakili Badan Hukum Perkumpulan (K)SBSI adalah Ketua Umum
untuk mewakili organisasi secara umum dan Sekretaris Jenderal terbatas pada
administrasi organisasi.
"Oleh karena itu, dalam
konteks permohonan pengujian undang-undang di MK, yang berwenang mengajukan permohonan
secara absolut harus ketua umum," jelas Suhartoyo.
Pemohon dalam permohonannya
mengujikan sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja.
Adapun norma yang dimohonkan
pengujian konstitusionalitasnya adalah Pasal 81 angka 15, Pasal 81 angka 18,
Pasal 81 angka 19, Pasal 81 angka 26, Pasal 81 angka 27, Pasal 81 angka 37,
Pasal 151 dan Penjelasan Pasal 81 angka 42 (Pasal 154A ayat (1) dan ayat (2) UU
Cipta Kerja terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat
(2) UUD NRI 1945.
Persidangan dengan agenda
sidang pemeriksaan perbaikan permohonan yang digelar di MK pada 21 April 2021.
Dalam persidangan tersebut,
Mahkamah meminta penjelasan terkait dengan meninggalnya Prof Dr Muchtar
Pakpahan SH MH selaku Ketua Umum (K)SBSI yang bertindak mewakili Pemohon dalam
persidangan.
Kuasa hukum Pemohon
membenarkan hal tersebut. [dhn]