Pada pokoknya Mahkamah mengapresiasi apapun bentuk kajian ilmiah yang akan digunakan oleh pembentuk undang-undang dalam menentukan besaran angka ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik dan gabungan partai politik. Namun demikian, hal tersebut bukan ranah kewenangan Mahkamah untuk memutusnya.
"Oleh karena itu, berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Enny.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Adapun perbedaan antara argumentasi dalil para Pemohon a quo dengan permohonan-permohonan sebelumnya yakni yang pada pokoknya menyatakan ketentuan presidential threshold tersebut perlu diberikan batasan yang lebih proporsional, rasional dan implementatif. Sehingga tidak merugikan hak konstitusional para Pemohon.
Enny dalam sidang menjelaskan kalau Mahkamah tidak memiliki kewenangan dalam merubah besaran angka ambang batas presidential threshold. Hal tersebut pun juga ditegaskan oleh para pemohon dalam permohonanannya merupakan kebijakan terbuka.
"Sehingga menjadi kewenangan para pembentuk undang-undang, yakni antara DPR dengan Presiden untuk menentukan lebih lanjut kebutuhan proses legislasi mengenai besaran angka ambang batas tersebut," jelasnya. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.