Mahkamah berpendapat, hal ini seharusnya sudah bisa membuat KPU menyelenggarakan pemilu "dengan menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tanpa perlu terganggu dengan pengaturan masa jabatan penyelenggara pemilu".
Di sisi lain, menurut MK, proses rekrutmen anggota KPU daerah, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dilakukan oleh tim seleksi yang keanggotaannya tidak berasal dari unsur KPU.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
KPU hanya bertugas melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU daerah.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, KPU masih dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dalam tahapan penyelenggaraan pemilu sekalipun adanya seleksi," kata
"Berdasarkan penalaran yang wajar, tahapan penyelenggaraan pemilu tidak akan terganggu sekalipun dilakukan proses seleksi keanggotaan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dilaksanakan secara bersamaan dengan seleksi calon anggota KPU dimaksud sebagaimana yang dikhawatirkan oleh pemohon," jelasnya.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Oleh karenanya, MK menilai dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan menolak permohonan mereka untuk memperpanjang masa jabatan para anggota KPU daerah.
Sebelumnya, permohonan ini dilayangkan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Indonesia atau Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP) bersama 2 warga negara bernama Bahrain dan Dedi Subroto.
Mereka meminta Mahkamah supaya memperpanjang masa bakti ribuan anggota KPU di tingkat daerah hingga Pilkada Serentak pada November 2024 usai.