WahanaNews.co | Ahli Kriminologi, Muhammad Mustofa, mengungkapkan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo pasti berencana.
Hal tersebut disampaikan Mustofa saat dihadirkan sebagai saksi di sidang lanjutan kasus pembunuhan Yosua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/12).
Baca Juga:
Kriminolog UI: Keinginan Jokowi IKN Zero Kejahatan Sulit Diwujudkan
"Dapatkah seorang pelaku pada saat dengar istrinya diperkosa kemudian masih sempat melakukan tindakan-tindakan lain dalam artian bermain badminton ataupun menunda pembicaraan dengan si pemerkosanya padahal pemerkosanya itu adalah ajudannya sendiri?" tanya Jaksa.
"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika. Jadi tidak ada jeda waktu lagi menyaksikan istrinya diperkosa, dia lakukan tindakan misalnya tembakan terhadap pelaku (pemerkosa). Tidak ada jeda waktu untuk berpikir melakukan tindakan-tindakan lain," terang Mustofa.
"Artinya saudara menilai bahwa itu pasti berencana?" tanya Jaksa.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
"Pasti berencana," terang Mustofa.
Jaksa penuntut umum kemudian melanjutkan pertanyaan soal peristiwa Ferdy Sambo sempat memanggil terdakwa Ricky Rizal disuruh untuk menembak usai diklaim mendapat laporan dugaan pelecehan oleh Putri Candrawathi.
Namun Bripka Ricky tidak mau melakukan.
Akhirnya Sambo meminta Richard Eliezer alias Bharada E dan disanggupi. Jaksa menambahkan lokasi penembakan ditentukan oleh Sambo di Duren Tiga 46, Jakarta.
Untuk berangkat ke sana, kata Jaksa, Putri Candrawathi mengajak terdakwa Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, Richard dan Yosua.
"Menurut ahli, bisa jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dalam hal ini sekarang dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?" sambung Jaksa.
"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan penyidik kepada saya. Saya melihat memang di sana terjadi perencanaan," jelas Mustofa.
Selain itu, Mustofa juga memaparkan pandangannya terkait alasan Bharada E bersedia melakukan penembakan.
"Kemudian mengapa Richard bersedia melakukan, karena di dalam posisi hubungan kerja dia paling bawah. Bharada kan pangkat paling rendah sementara yang memerintahkan pangkat sangat tinggi dan kemudian barangkali dia juga paling junior di sana (rumah) sehingga kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil. Apalagi masih baru, takut kehilangan pekerjaan, dan seterusnya," terang Mustofa.
"Dan memang ada perencanaan," imbuh Mustofa.
Terdapat lima orang terdakwa dalam perkara ini. Mereka adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Mereka didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Para terdakwa tersebut didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Diberitakan, pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan, Bharada E dan Sambo disebut menembak Yosua.
Adapun latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Yosua saat berada di Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022.
Namun, dugaan tersebut telah dibantah oleh pihak keluarga Yosua. [rna]