WahanaNews.co, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, menyebut bahwa proyek lumbung pangan atau food estate yang sedang dilakukan oleh pemerintah saat ini merupakan bagian dari tindakan yang merugikan lingkungan.
Hasto mengemukakan pandangannya ini ketika diminta tanggapan mengenai dugaan adanya dana yang berasal dari kejahatan lingkungan, dengan nilai sekurang-kurangnya Rp 1 triliun, yang masuk ke partai politik untuk mendanai Pemilu 2024.
Baca Juga:
Sahroni Desak Polisi Usut Temuan PPATK Dugaan Aktivitas Keuangan Ilegal Ivan Sugianto
"Kami menyoroti dengan sangat tegas upaya yang telah diambil oleh Presiden Jokowi dalam mengembangkan food estate," ucap Hasto usai pemberian penghargaan rekor MURI kepada partainya di Ciawi, Bogor, pada Selasa (15/8/2023), atas keberhasilan program pengobatan gratis yang berlangsung selama 218 hari.
Ia juga mengungkapkan bahwa politik seharusnya fokus pada pemeliharaan kehidupan dan menjaga bumi pertiwi.
"Dalam praktek implementasi kebijakan tersebut, ternyata terjadi penyalahgunaan, dimana hutan-hutan malah ditebang tanpa sisa, dan upaya pendirian food estate tidak berjalan dengan baik. Ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap lingkungan," tambahnya.
Baca Juga:
Skandal Pengusaha Surabaya Terbongkar, PPATK Sita Rekening Ivan Sugianto Usai Intimidasi Siswa SMA
Program food estate pertama kali diusulkan oleh Presiden RI Joko Widodo sejak awal masa jabatan keduanya.
Dia menunjuk Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan politisi dari Partai Nasdem, yaitu Syahrul Yasin Limpo, sebagai sektor utama dalam inisiatif tersebut.
Selain itu, Jokowi juga menunjuk Kementerian Pertahanan di bawah kendali Prabowo Subianto untuk menjadi pendukung dan bertanggung jawab dalam mengelola lahan untuk produksi singkong.
Ketika menjelang Pilpres 2024, terungkap bahwa Partai Nasdem membentuk koalisi oposisi yang mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai calon presiden.
Sementara itu, Prabowo juga membentuk koalisi yang melibatkan PKB, Golkar, dan PAN sebagai alternatif dari PDI-P, dengan tujuan mendukung pencalonannya sebagai pengganti Jokowi.
Kembali ke isu food estate, program ini dianggap gagal. DPR bahkan pernah menggambarkannya sebagai kekacauan.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2023, program food estate dianggap sebagai proyek prioritas strategis.
Sejumlah provinsi seperti Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Selatan, dipilih sebagai pusat produksi pangan dalam proyek ini.
Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan dari Greenpeace, menyatakan bahwa program lintas kementerian ini mengharuskan masyarakat setempat meninggalkan cara tradisional berladang.
Namun, dalam perjalanan waktu, program tersebut justru gagal untuk menjadi sumber pangan utama, menurut Rompas.
”Food estate yang dimaksudkan untuk mengatasi krisis pangan, dilakukan dengan menghilangkan pangan lokal. Pangan-pangan lokal yang dihilangkan justru membuat masyarakat setempat mengalami krisis pangan,” kata Arie, beberapa waktu lalu.
Sebagai contoh, Arie memberikan ilustrasi tentang situasi di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Di daerah ini, sekitar 600 hektar lahan telah ditetapkan sebagai lokasi untuk penanaman lumbung pangan nasional dengan komoditas singkong. Namun, meskipun sudah lama berlalu, lahan singkong tersebut belum juga memberikan hasil panen dan malah terbengkalai.
Akibatnya, masyarakat setempat tidak merasakan manfaat dari program food estate ini. Pada sisi lain, tanah yang dulunya digunakan untuk menghasilkan makanan lokal kini menjadi tidak produktif.
Padahal, sebelum dijadikan lahan food estate, tanah tersebut merupakan sumber penghidupan utama bagi penduduk setempat.
Arie merasa prihatin bahwa program food estate ini terlalu fokus pada upaya standarisasi jenis pangan. Pendekatan ini menghapus pola perladangan tradisional dan menggantikannya dengan jenis pangan yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat setempat.
”Skema seperti (food estate) ini telah dilakukan oleh masa pemerintahan sebelumnya dan gagal. Namun, tetap ditiru, alhasil dampak yang diberikan hanya membuat kerusakan dan dampak buruk semakin parah,” ujar Arie.
Tidak hanya itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah mengidentifikasi kemungkinan adanya uang hasil tindakan kriminal dalam lingkungan sebesar Rp 1 triliun yang diduga dialirkan ke partai politik sebagai pendanaan untuk Pemilu 2024.
Informasi mengenai temuan ini telah diberitahukan oleh PPATK kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Iya, ada hasil temuan PPATK yang ditemukan beberapa waktu lalu, mencakup uang sekitar Rp 1 triliun yang diduga berasal dari kegiatan kriminal di bidang lingkungan dan masuk ke partai politik," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam sebuah forum diskusi terkait penegakkan hukum terpadu (gakkumdu) di Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (8/8/2023), yang dapat disaksikan melalui saluran YouTube Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Ivan juga menambahkan bahwa saat ini PPATK sedang mengarahkan upayanya pada penyelidikan terhadap kejahatan finansial yang terkait dengan isu lingkungan, termasuk dalam hal dugaan pencucian uang. Salah satu bidang fokusnya adalah masalah kejahatan dalam lingkungan.
"Kami menemukan bahwa tidak ada rekening yang dimiliki oleh para peserta dalam kontestasi politik yang tidak terpapar oleh dugaan ini. Setidaknya, jika mereka tidak terlibat, mereka memiliki potensi terlibat atau adanya indikasi keterlibatan," ungkap Ivan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]