WahanaNews.co | Diberitakan
bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima hasil tes wawasan
kebangsaan sebagai syarat alih status pegawai ke aparatur sipil negara (ASN)
dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Salah satu kemungkinan hasilnya, ada pegawai yang
lolos, tentu besar kemungkinan diangkat menjadi ASN. Saya ucapkan, selamat. Ada
yang tidak lulus, yang bisa jadi segera hengkang dari KPK", ucap Komunikolog
Indonesia Emrus Sihombing kepada WahanaNews.co, Selasa (04/5/2021).
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Menurut Emrus, siapapun yang hengkang, harus menerima
dengan baik dan kesatria. Sebab, proses test tersebut diselengarakan
berdasarkan UU. Semua pihak harus menerima, jika mereka benar-benar
mengedepankan aturan.
Di satu sisi, lanjut Emrus, mereka yang keluar dari
KPK karena tidak lolos test, tentu jika merasa memiliki idealis dan integritas
kukuh, menurutnya, bukan akhir pengabdian mereka memberantas dan mencegah
perilaku koruptif di tanah air.
Kata Emrus, atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang
luar biasa selama ini di KPK, mereka harus membantu negara dan atau pemerintah
untuk membersihkan negeri ini dari perilaku koruptif dengan membentuk sebuah,
sebut saja misalnya, Wadah Mantan Pegawai (WMP) KPK, jadi ada diksi mantan.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Lebih lanjut dijelaskan, perkumpulan ini sekaligus
berfungsi semacam check and balances bagi Komisioner, Dewan Pengawas
(Dewas) dan Wadah Pegawai (WP) KPK dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
(tupoksi).
Di sisi lain, ini momentum natural tidak akan pernah
terjadi, dan sekaligus menjadi saran saya agar semua Komisioner, Dewas dan WK
KPK terus melakukan "pembersihan" dalam rangka pembenahan di internal KPK,
termasuk menggali fakta, data dan bukti hukum terkait dengan para pegawai yang
berintegritas rendah, seperti dugaan pencurian barang bukti itu, sehingga ke
depan, tidak ada lagi pegawai KPK yang "menari-nari" di atas penderitaan orang
lain.
"Sekadar masukan awal kepada semua teman di KPK,
materi test wawasan kebangsaan biasanya antara lain menyangkut etika, moral dan
mengukur perilaku keseharian, sehingga kuesioner test tersebut (bukan hasil
test yang boleh jadi bersifat rahasia) bisa digunakan rujukan bagi KPK untuk
perbaikan internal," kata Emrus yang juga Pakar Komunikasi Politik Universitas
Pelita Harapan (UHP).
Bahkan lebih luas, menurut hemat Emrus, test wawasan
kebangsaan ini sangat produktif diterapkan kepada seluruh ASN di semua instansi
negara dan pemerintah, termasuk kepada direksi, komisaris dan pegawai BUMN.
Sebab pernah diberitakan bahwa Menteri BUMN menerima data pegawai BUMN yang
terpapar radikalisme dari Menkopolhukam.
"Saya menyarankan, setidaknya sekali dalam 10 tahun
dilakukan test wawasan kebangsaan kepada semua ASN dan seluruh pekarja di BUMN.
Selama kurun waktu 10 tahun, terbuka kemungkinan kualitas wawasan kebangsaan
seorang ASN telah menurun, atau tidak berubah, atau malah meningkat. Jadi, test
wawasan kebangsaan ini harus terus diselenggarakan periodik untuk memperkecil
terpaparnya faham radikal dalam diri setiap individu ASN," tambahnya lagi.
Ia mengambil contoh sederhana, perilaku yang beririsan
atau dekat-dekat dengan faham radikal yaitu, perilaku eksklusif berlebihan atas
pengelompokan kepercayaan, rasa in-group yang ekstrim, ego sektoral yang
mengganggu sistem, menang sendiri, membentuk semacam "dinasti" atas dasar
homogenitas tertentu, perlaku koruptif dengan berbagai modus dan rekayasa
sehingga "baunya" belum atau tidak tercium, tugas dan kewenangannya
diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan seperti raja-raja kecil di posisi
(jabatannya) yang sengaja diciptakan dengan memanfaatkan diskresi yang dimiliki
agar "dilayani" masyarakat. (Tio)