WahanaNews.co | Sejumlah penyelenggara dan pegiat pemilu memberikan sinyal akan mendaftar untuk seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027.
Tim Seleksi KPU-Bawaslu pun akan ”jemput bola” menghubungi nama-nama potensial usulan anggota tim ataupun publik agar ikut mendaftar.
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Saksikan Debat Publik Calon Bupati dan Wakil Bupati
Hingga Jumat (22/10/2021) sore, jumlah pendaftar seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru sembilan orang, terdiri atas tujuh pendaftar untuk KPU dan dua pendaftar Bawaslu.
Masa pendaftaran akan berakhir pada 15 November 2021.
Sejumlah pihak dari kalangan penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil yang bergerak di bidang kepemiluan menyatakan rencana untuk ikut seleksi.
Baca Juga:
Evaluasi Kinerja KPU Toba: Pemuda Kecewa, Demokrasi dalam Pertaruhan
Dari kalangan penyelenggara pemilu, rencana untuk mendaftar seleksi diungkapkan anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
”Rencananya saya akan mendaftar. Pada intinya demikian,” kata Raka.
Hal senada disampaikan anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, serta Ketua Bawaslu Sumatera Utara, Syafrida Rasahan, secara terpisah.
Adapun dari kalangan masyarakat sipil yang akan meramaikan bursa seleksi KPU-Bawaslu salah satunya Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, August Mellaz.
Anggota Tim Seleksi (Timsel) KPU-Bawaslu, Hamdi Muluk, berharap putra-putri terbaik bangsa yang memenuhi seluruh kriteria menjadi anggota KPU dan Bawaslu ikut mendaftar.
Bukan hanya dari kalangan penyelenggara dan pegiat pemilu, siapa pun asal memenuhi syarat diharapkan mengikuti seleksi.
”Kan kita mencari cream de la cream. Teorinya sebanyak mungkin orang-orang terbaik putra-putri bangsa ini ikut melamar, semakin maksimallah kerja timsel ini,” ujarnya.
Timsel terus melakukan sosialisasi kepada publik agar mengetahui dan mengikuti seleksi.
Sosialisasi melalui pertemuan daring dan media sosial karena penyebaran informasi lebih cepat dan luas.
Meski demikian, menurut Hamdi, ada kemungkinan masih ada orang-orang yang memiliki kemampuan menjadi penyelenggara pemilu, tetapi belum termotivasi untuk mendaftar.
Maka, timsel menilai perlu untuk mendorong dan memotivasi orang-orang yang cakap, pantas, dan kredibel itu untuk ikut seleksi.
Selain usulan internal timsel, masyarakat sipil, pers, dan intelektual yang melihat ada orang-orang yang memenuhi syarat menjadi penyelenggara pemilu, tetapi belum mendaftar, diharapkan agar mengirimkan nama-nama itu kepada timsel.
Nantinya timsel akan menghubungi nama-nama yang diusulkan itu agar mereka ikut seleksi seperti yang pernah dilakukan pada seleksi anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022.
”Kami sekadar mendorong, bukan menjanjikan bahwa dia akan diterima atau diperlakukan khusus sehingga itu tidak melanggar undang-undang. Lima tahun lalu, nama-nama itu kita kelompokkan sesuai usulan anggota timsel. Ada juga usulan dari masyarakat sipil,” tutur Hamdi.
Cari Figur Independen
Mantan anggota timsel KPU-Bawaslu periode 2017-2022 sekaligus Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat, mengatakan, timsel mesti berusaha mencari figur-figur yang independen.
Sebab, ada potensi anggota KPU dan Bawaslu tak tahan dengan godaan dari peserta pemilu sehingga membuat penyelenggara pemilu kehilangan kemandirian.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, menilai, jika penyelenggara pemilu periode 2022-2027 diisi orang-orang yang berlatar petahana dari nasional atau daerah, hal itu akan memudahkan adaptasi dan menjaga keberlanjutan berbagai inisiatif serta program kerja yang telah direncanakan sebelumnya.
Akselerasi mempersiapkan Pemilu 2024 juga akan lebih cepat direalisasikan karena penguasaan mereka pada ekosistem dan cara kerja penyelenggara pemilu yang sudah sangat baik.
”Mereka paham cara kerja pemilu sebelumnya yang menggunakan dasar hukum yang sama dengan Pemilu 2019, sudah melakukan evaluasi, serta paham perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pemilu dan pilkada pada masa yang akan datang,” katanya.
Namun, ia berharap tidak semua penyelenggara terpilih berasal dari unsur penyelenggara.
Penyelenggara dari kalangan di luar kepemiluan tetap dibutuhkan untuk membuat perspektif penyelenggara lebih inklusif, termasuk pandangan visioner dari luar kelembagaan penyelenggara.
Dengan demikian, perbaikan tata kelola pemilu bisa holistik merefleksikan berbagai latar belalang dan pendekatan profesional.
”Kalau hanya diisi yang berlatar belakang penyelenggara baik KPU ataupun Bawaslu, rentan akan terjebak pada rutinitas kerja serta kurang optimal dalam mendorong terobosan dan inovasi yang mestinya berguna untuk mengatasi tantangan komplesitas Pemilu 2024,” katanya.
Mengingat penyelenggara pemilu mensyaratkan kapasitas dan kompetensi baik, lanjut Titi, maka apa pun keragaman latar calon penyelenggara, termasuk dari elemen masyarakat sipil sekalipun, jangan sampai mengabaikan kapasitas dan kompetensi, termasuk integritas rekam jejak.
Selain itu, harus dipastikan betul agar jangan sampai ada celah terjadinya praktik transaksional dalam proses seleksi ini.
”Keterbukaan dan akuntabilitas kerja timsel harus terus mendorong publik untuk mengawal dan melaporkan agar potensi penyimpangan bisa dicegah,” ucapnya.
Selain itu, Titi berharap, Timsel KPU-Bawaslu juga mampu memilih figur yang memiliki jejaring internasional.
Sebab, pemilu di Indonesia telah menjadi salah satu referensi bagi perkembangan pemilu global.
Kehadirannya juga akan membuat KPU dan Bawaslu bisa berkiprah lebih maksimal dalam mendorong diplomasi demokrasi global. [qnt]