WahanaNews.co I Lagi-lagi citra Kepolisian Republik Indonesia kembali tercoreng akibat ulah seorang oknum polisi yang viral karena menolak laporan dugaan tindak pidana perampokan.
Diketahui, korban perampokan tersebut ditolak oleh petugas Kepolisian Sektor Pulogadung, Jakarta Timur usai menjadi korban perampokan.
Baca Juga:
Polres Subulussalam Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024
Alih-alih diproses, korban mengaku dimarahi oleh petugas lantaran membawa banyak kartu ATM. Tak hanya itu, menurut pengakuan korban, petugas justru menyuruhnya untuk pulang. Usai cerita tersebut viral di media sosial Instagram, Minggu (12/12/2021), Kapolsek Pulogadung meminta maaf.
Anggota kepolisian yang menolak laporan warga itu juga diperiksa oleh Propam dan kini dimutasi. Penolakan laporan oleh anggota kepolisian bukan sekali ini saja terjadi. Oktober lalu, laporan seorang gadis korban percobaan perkosaan di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, ditolak oleh Polresta Banda Aceh. Alasan penolakan karena korban tidak memiliki sertifikat vaksin.
Terkait hal ini, Kepala Bagian Operasional Polresta Banda Aceh membenarkan bahwa pihaknya mensyaratkan vaksin bagi siapa pun yang hendak datang ke Mapolersta, tetapi tidak serta merta menyuruh korban keluar karena belum divaksin.
Baca Juga:
Irjen Pol Karyoto Mutasi 11 Kapolsek di Jakarta
Sejumlah tagar pun kemudian viral di sosial media menggaungkan ketidakpercayaan warga terhadap polisi. Misalnya saja, #PercumaLaporPolisi atau #PercumaAdaPolisi Berkaca dari peristiwa tersebut, bisakah petugas kepolisian menolak laporan warga? Mengacu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUAP, setiap warga mempunyai hak untuk melaporkan tindak pidana.
Pasal 108 Ayat (1) KUHAP berbunyi, "Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis".
Kemudian pada Ayat (4) pasal yang sama dijelaskan bahwa laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Sementara, laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.