WahanaNews.co | Pakar Politik dan Pemerintahan Fisip Universitas
Padjadjaran (Unpad), Dede Sri Kartini, menilai, Pilkada Serentak 2020 merupakan perhelatan Pilkada yang berbeda dari
Pilkada-pilkada sebelumnya.
Pilkada serentak 2020
merupakan Pilkada yang mahal, sulit,
dan rawan peningkatan politik uang.
Baca Juga:
MK Koreksi Total Jadwal Pemilu, Pemilih Tak Lagi Harus Mencoblos 5 Kotak Sekaligus
Politik uang diduga akan
meningkat karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan pada masa pandemi
Covid-19.
"Kita tahu di Pilkada 2020 mahal karena ada dana tambahan
yang harus dikeluarkan, untuk APD. Sulit karena yang biasanya normal dalam
pilkada seperti kampanye itu harus tidak berkerumun lagi," kata Dede Sri
Kartini,
dalam Serial Webinar Pilkada 2020 Menjamin
Hak Pilih dan Kesehatan Pemilih, di Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Menurutnya, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi merupakan
situasi yang baru dialami Indonesia. Namun semuanya tetap harus berjalan untuk
menjamin kualitas demokrasi.
Baca Juga:
Pemilihan di Daerah Mundur ke 2031, Ini Putusan Mengejutkan MK soal Pilkada dan DPRD
"Ini merupakan hal yang baru bagi kita. Di sisi lain,
diduga politik uang akan meningkat karena orang banyak yang di-phk sehingga
dari sisi ekonomi banyak yang kesulitan," ucapnya.
Dugaan peningkatan politik uang, menurutnya, merupakan salah
satu konsekuensi dari sulitnya sisi pengawasan sehingga politik uang sukar
dimonitor.
"Kemudian akan ada kesulitan dari sisi pengawasan pemilu
sehinga politik uang sukar termonitor," ucapnya. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.