WAHANANEWS.CO - Persidangan lanjutan uji materi terhadap Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/6/2025), terkait permohonan yang diajukan Andri Darmawan melalui Perkara Nomor 183/PUU-XXII/2024. Pasal ini sebelumnya telah ditafsirkan MK lewat Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022.
Pemerintah, yang diwakili Kepala Bidang Strategi Kebijakan (BSK) Hukum Kementerian Hukum dan HAM, Andry Indrady, menyampaikan bahwa advokat merupakan profesi yang menuntut independensi tinggi.
Baca Juga:
Jelang HUT ke-17, KAI Serukan Pengakuan Adnan Buyung Nasution sebagai Pahlawan
“UU Advokat telah memberikan perlindungan hukum termasuk ketentuan pembatasan masa jabatan dan larangan rangkap jabatan dengan posisi pimpinan partai politik,” tegasnya di hadapan majelis hakim.
Namun, ia menilai larangan itu tidak otomatis mencakup jabatan sebagai pejabat negara.
“Tetapi aturan ini tidak melarang seorang pejabat negara tetap aktif dalam organisasi profesi selama tidak menjalankan praktik advokat,” tambah Andry. Ia menegaskan bahwa Wakil Menteri tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan mandiri yang dapat memengaruhi organisasi profesi.
Baca Juga:
Siti Jamaliah Lubis Dilantik jadi Ketum KAI, Soroti Profesi hingga Organisasi Advokat
“Wakil Menteri bertugas membantu Menteri... tidak memiliki peran pengambilan keputusan mandiri, sehingga kekhawatiran adanya konflik kepentingan dinilai tidak beralasan,” jelasnya. Ia juga menegaskan jika terjadi konflik kepentingan, penyelesaiannya merupakan kewenangan PTUN, sesuai dengan UU Administrasi Pemerintahan.
Pihak Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang diwakili kuasa hukum Sapriyanto Refa menyatakan, tidak ada larangan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Peradi terkait pejabat negara menjadi pimpinan organisasi.
“Karena pimpinan Peradi yang menjadi pejabat negara diharapkan dapat menjadi jembatan bagi Peradi dalam memperjuangkan kepentingan organisasi advokat dalam kaitannya dengan kebijakan pemerintah,” ucap Sapriyanto.
Ia juga menegaskan bahwa pejabat negara tidak dilarang memimpin organisasi profesi sepanjang tidak dibiayai oleh APBN/APBD.
“Partai politik maupun organisasi profesi tidak dibiayai dari APBN/APBD, sehingga tidak ada larangan...,” jelasnya, sambil mencontohkan sejumlah menteri dan Presiden Prabowo Subianto yang juga merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.
Sapriyanto menyebut, Pasal 20 UU Advokat memang mewajibkan pejabat negara untuk cuti sementara dari profesi advokat, tetapi larangan rangkap jabatan hanya berlaku jika merangkap pimpinan partai politik.
“Kekhawatiran pemohon terkait intervensi pemerintah dalam pengawasan dan penindakan advokat merupakan hal yang tidak berdasar dan sangat illusoir,” tegasnya.
Sementara itu, pemohon Andri Darmawan mempersoalkan tidak adanya larangan eksplisit dalam UU terhadap rangkap jabatan pimpinan organisasi advokat sebagai pejabat negara.
Ia mencontohkan pengangkatan Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan pada Oktober 2024. Menurutnya, Otto masih aktif menjalankan fungsi organisasi, termasuk memberi rekomendasi dalam Rakernas Peradi Desember 2024 lalu.
“Hal ini mencerminkan praktik rangkap jabatan yang menimbulkan potensi konflik kepentingan antara tugas organisasi profesi dan jabatan negara,” ujar Andri.
[Redaksi: Rinrin Khaltarina]