WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Umum Pusat Relawan Martabat Prabowo-Gibran KRT Tohom Purba mempertanyakan urgensi usulan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024, yang belakangan ini digaungkan sejumlah partai politik.
"Letak kecurangannya di mana? Sesuai hasil real count KPU, sudah faktanya sebagian besar masyarakat memilih paslon nomor 2. Bahkan dengan paslon nomor 1 saat ini angkanya terpaut 34 persen. Itu bukan angka yang sedikit," ungkap Tohom, Kamis (7/3/2024).
Baca Juga:
Sukses Cetak Hattrick dalam Kontestasi Pilpres, Martabat Siap Kawal Agenda Keberlanjutan
Usulan hak angket untuk membongkar kecurangan Pemilu 2024, lanjutnya, tidak urgen. Menurutnya, hak angket hanya akan menimbulkan gejolak baru dalam dinamika pemerintahan.
"Tak ada urgensinya. Sejauh ini kan masih kabur, apa yang akan diangketkan, karena hak angket ini merupakan instrumen yang serius dan main-main. Harus melakukan penyelidikan, dan substansinya haruslah sesuatu yang berdampak besar, strategis, cakupan luas dan ini berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat," bebernya.
Jika memang menduga terjadi kecurangan, sebut Tohom, hukum sudah menyiapkan kanal untuk penyelesaiannya.
Baca Juga:
Relawan Martabat Prabowo-Gibran: Putusan MK Akhiri Polemik Pilpres 2024
"Kan bisa dibawa ke Bawaslu hingga Mahkamah Konstitusi. Jika terus ngotot mengejar hak angket, maka ini berpotensi kerugian terhadap integritas suara rakyat dalam Pemilu 2024. Karenanya, disarankan untuk menyelesaikan sengketa pemilu melalui instrumen resmi yang telah disiapkan oleh negara guna menjaga proses demokratis yang stabil," terangnya.
Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai tekad partai- partai politik dalam usulan hak angket sangat lemah.
Hal itu, ujar Lucius terlihat dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), di Senayan, Selasa (5/3/2024) lalu.