Ihsan
mengatakan, ada banyak persoalan terkait penyelenggaraan Pemilu yang seharusnya
bisa diakomodir melalui revisi undang-undang.
Persoalan
itu tidak hanyaseputar jadwal penyelenggaraan Pilkada, sistem Pemilu,
atau ambang batas parlemen (presidential
threshold) saja.
Baca Juga:
Komisi II DPR RI Sepakat Stop Bahas RUU Pemilu
Akan
tetapi, ada persoalan lain yang belum diselesaikan, seperti karut-marutnya proses
penegakan hukum Pemilu, hingga amanat undang-undang mengenai pembentukan
lembaga peradilan khusus Pemilu.
Persoalan-persoalan
itu, kata Ihsan, sebenarnya telah diakomodasi melalui sejumlah Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK).
Setidaknya,
ada 15 Putusan MK terkait penyelenggaraan Pemilu yang seharusnya
ditindaklanjuti, misalnya melalui revisi undang-undang.
Baca Juga:
Golkar Batal Dukung Revisi UU Pemilu
"Kami
khawatirnya begini, ada banyak pertanyaan khusus terkait dengan penegakan hukum
Pemilu yang ternyata tidak cukup diantisipasi oleh pembentuk
undang-undang, lalu mereka sudah mengambil sikap tidak akan melakukan revisi,
tetapi ternyata ada problem," ujar Ihsan.
"Akhirnya
mereka kelimpungan, ujug-ujug nanti misalnya justru mengeluarkan Perppu. Ini kan, model-model seperti ini kan seharusnya bisa diminimalisir,"
tuturnya.
Ihsan
pun mendorong agar DPR secara cermat menginventarisasi pasal-pasal yang
bermasalah dalam UU Pemilu, atau hal-hal yang masih kurang sehingga perlu
ditambahkan.