Dengan
demikian, keputusan mengenai direvisi atau tidaknya UU Pemilu benar-benar
tepat, tidak hanya berdasar pada alasan politis saja.
"Jangan
hanya memberikan narasi bahwa Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada
tidak perlu dilakukan revisi karena undang-undangnya misalnya baru dipakai
sekali dalam konteks kepemiluan, tetapi tidak punya proyeksi yang cukup untuk
mengevaluasi apakah perlu atau tidak dilakukan revisi," kata dia.
Baca Juga:
Komisi II DPR RI Sepakat Stop Bahas RUU Pemilu
Diberitakan,
jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih jadi perdebatan seiring dengan rencana
revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sembilan
fraksi di DPR terbelah. Sebagian fraksi ingin Pilkada dilaksanakan sesuai
amanat Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, yakni November 2024.
Sementara,
sebagian fraksi lainnya mendorong agar pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan
dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yaitu pada 2022 dan 2023.
Baca Juga:
Golkar Batal Dukung Revisi UU Pemilu
Perdebatan
tentang jadwal pelaksanaan Pilkada juga sempat didiskusikan Presiden Joko
Widodo bersama sejumlah mantan tim suksesnya di Pilpres 2019 atau Tim Kampanye
Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf Amin.
Dalam
pertemuan tersebut, Jokowi mengisyaratkan bahwa dirinya enggan UU Pemilu
direvisi. Ia ingin undang-undang tersebut berlaku dalam jangka waktu yang lama. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.