WAHANANEWS.Co, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan selama dua pekan ini tengah gencar menindak penjualan rokok ilegal berdasarkan perintah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Penindakan pada tahap awal ini dilakukan di pedagang-pedagang online e-commerce dengan cara menyamar sebagai pembeli.
Baca Juga:
Pemkab Majalengka Gandeng Bea Cukai Cirebon, Perangi Rokok Ilegal Lewat Optimalisasi DBHCHT
"Untuk rokok-rokok gelap kita mulai tangkepin. Jadi saya harapkan ke depan yang gelap-gelap itu hilang dan nanti pendapatan cukainya akan lebih tinggi. Kita sudah melakukan beberapa langkah dalam 2 minggu terakhir," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, dalam periode operasi terhadap penjual rokok ilegal atau tak berpita cukai itu, pihaknya sudah melakukan empat kali penindakan dengan cara menyamar sebagai pembeli.
"Ini dengan cara membeli rokok-rokok yang dijual di marketplace," ungkap Nirwala.
Baca Juga:
Satgas Gabungan Gagalkan Penyelundupan 10 Ribu Koli Barang Ilegal di Jambi
Menurut Nirwala, selama kegiatan operasi itu ditemukan berbagai modus penjualan rokok ilegal, di antaranya ialah dengan menyamarkan rokok dengan barang lain seperti kaos bermerek rokok, mouse gaming, keyboard, sandal, hingga pakaian dalam.
"Karena tidak mungkin dijual dalam bentuk rokok. Ditawarkannya itu mesti dalam bentuk lain seperti kaos tapi mereknya merek rokok. Kemudian mouse untuk game, keyboard, bahkan sandal ataupun pakaian dalam. Tapi sebetulnya yang dijual rokok kalau di klik," kata Nirwala.
Dari hasil penyamaran itu, tim bea cukai ia sebut berhasil mendapatkan lokasi gudang penyimpanan rokok ilegal seperti di Pati, Jawa Tengah dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp1,2 mliar dan potensi kerugian negara sebesar Rp814 juta.
Lalu, ada juga di Semarang, Jawa Tengah dengan perkiraan nilai barang Rp1,6 mliar dan potensi kerugian negara Rp1,06 miliar. Adapula di Bekasi, Jawa Barat dengan nilai barang Rp1,2 miliar dan potensi kerugian negara Rp672 juta.
"Tapi dengan menggunakan ultimum remedium itu didenda kalau dalam penelitian didenda sampai dengan 3 kali dan kalau dalam tahap penyidikan itu sampai 4 kali. Dan barang buktinya akan disita untuk negara," tegas Nirwala.
[Redaktur: Alpredo Gultom]