WahanaNews.co, Jakarta - Vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur menuai banyak kritik dari publik. Kali ini, kritik datang dari seorang guru besar hukum Universitas Airlangga (Unair).
Ronald adalah anak mantan anggota DPR RI dari Fraksi-PKB. Ia didakwa menganiaya hingga menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afriyanti. Namun, dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu (24/7/2024), hakim Erintuah Damanik menyatakan Ronald bebas.
Baca Juga:
Kasus Ronald Tannur, Kejagung Periksa Istri Dua Hakim PN Surabaya
Hakim berdalih bahwa Ronald tidak bersalah karena Dini dinilai meninggal akibat alkohol yang dikonsumsi sebelumnya. Selain itu, ketiadaan saksi yang melihat langsung penganiayaan tersebut juga menjadi alasan, meskipun sejumlah CCTV dan rekaman video detik-detik kematian Dini dihadirkan sebagai bukti.
Guru besar hukum pidana Unair, Nur Basuki Minarno, mengkritik banyak kejanggalan dalam putusan hakim tersebut. Dalam surat dakwaan kasus ini, setidaknya ada empat pasal yang menjadi dasar, yakni Pasal 338 KUHP, 351 ayat 3 KUHP, 359 KUHP, dan 351 ayat 1 KUHP.
"Jaksa Penuntut Umum telah mencoba dengan mengajukan alat bukti dan barang bukti yang memperkuat bahwa kematian korban disebabkan oleh tindakan terdakwa, baik itu saksi, CCTV, maupun visum et repertum," kata Nur , mengutip Detik, Jumat (26/7/2024).
Baca Juga:
MA Sebut Tak Ada Pelanggaran Etik Hakim Majelis Kasasi Ronald Tannur
"Dalam hasil visum et repertum, dinyatakan bahwa kematian korban disebabkan oleh pendarahan di hati akibat benda tumpul," tambahnya.
Nur menjelaskan bahwa visum tidak mengungkap siapa pelakunya, sehingga perlu bukti tambahan berupa CCTV dan saksi-saksi.
"Dari visum yang tidak bisa menunjukkan siapa pelakunya, tetapi dari CCTV dan kronologi perkara tidak ada pelaku lain selain terdakwa. Karena dalam keterangannya dijelaskan bahwa sebelumnya terjadi cekcok antara terdakwa dan korban," lanjutnya.
Namun, dalam amar putusannya, majelis hakim justru menyatakan bahwa kematian korban bukan disebabkan oleh perbuatan terdakwa, melainkan oleh alkohol. Ini menambah kejanggalan dalam putusan tersebut.
"Pertanyaannya, majelis hakim mempunyai pendapat seperti itu dasarnya apa? Apakah memang ada ahli yang menerangkan untuk itu atau tidak. Atau paling tidak ada dokter yang barangkali pernah merawat si korban bahwa korban itu sebelumnya menderita penyakit tertentu sehingga kalau dia minum alkohol menyebabkan matinya si korban. Ini ada atau tidak?," beber Nur.
Ia pun menyimpulkan bahwa putusan yang disampaikan majelis hakim tidak berdasar hukum. Maka ia turut mendukung upaya kasasi yang tengah ditempuh oleh jaksa.
"Putusan pengadilan negeri berdasarkan pada fakta-fakta yang ada di dalam persidangan itu tidak berdasar hukum. seperti yang saya sampaikan alasan tadi. Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh kejaksaan sebagai wakil dari korban, tentu saja upaya hukumnya upaya hukum kasasi," pungkasnya.
Sebelumnya, Gregorius Ronald Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia dibebaskan dari segala dakwaan dan segera dibebaskan dari tahanan meski telah menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti hingga tewas.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga," kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]