WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menyatakan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ada istilah kecurangan.
"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak mengakui istilah kecurangan, namun yang ada adalah pelanggaran. Pelanggaran apa yang terjadi? Ada pelanggaran administrasi dan pelanggaran tindak pidana," ujar Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, melansir Antara, Kamis (14/3/2024).
Baca Juga:
Kinerja Bawaslu Disorot, DPR Geram dengan Banyaknya PSU di Pilkada 2025
Bagja juga menjelaskan bahwa sampai saat ini, belum ada pelanggaran yang cukup serius untuk membatalkan hasil Pemilu 2024.
"Namun, apakah kemudian bisa membatalkan hasil pemilu? Ya pada titik ini tidak ada temuan Bawaslu yang menyatakan bisa, kemudian diambil kesimpulan demikian," ujarnya.
Walaupun demikian, Bagja mengatakan masih menunggu hasil pengawasan dan temuan-temuan di lapangan lainnya.
Baca Juga:
Dede Yusuf Dukung Pemecatan Komisioner KPU Banjarbaru: Negara Dirugikan Akibat PSU
"Namun, pada titik ini apakah itu memengaruhi hasil? Kan ada namanya pelanggaran administrasi TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) di Badan Pengawas Pemilihan Umum. Nah, ada beberapa kriteria yang kumulatif harus dipenuhi prasyaratnya dan satunya adalah memengaruhi hasil, misalnya," tuturnya.
Kemudian, lanjut Bagja, akan diadakan pembuktian dan Bawaslu juga menerima keberatan. Ia juga mengatakan bahwa lembaganya menerima permohonan untuk pengaduan mengenai hal tersebut.
"Kami dalam undang-undang, dalam peraturan perundang-undangan, ada pintu-pintu demikian yang ada," kata Bagja.