Hal itu dapat dilakukan sepanjang kerugian keuangan negara yang terjadi di BUMN terjadi akibat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR) vide Pasal 3Y dan 9F UU No.1 Tahun 2025, misalnya diakibatkan fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara yang dilakukan oleh Direksi atau Komisaris atau Pengawas BUMN.
Dari uraian tersebut, Setyo berpandangan KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Direksi atau Komisaris atau Pengawas di BUMN.
Baca Juga:
Gebrakan Listyo Sigit: Novel Baswedan Kembali Beraksi Demi Penerimaan Negara
Hal itu dikarenakan dalam konteks hukum pidana, status mereka tetap sebagai penyelenggara negara dan kerugian yang terjadi di BUMN merupakan kerugian negara, sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip BJR.
Ini juga sejalan berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b UU 19/2019 tentang KPK serta putusan MK nomor: 62/PUU-XVII/2019, di mana kata "dan/atau" dalam Pasal tersebut dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif.
"Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya," kata Setyo.
Baca Juga:
Kuak Skandal Lahan Rp 668 Miliar, Ahok Kembali Diperiksa Bareskrim
Jenderal polisi bintang tiga ini menyatakan penegakan hukum atas tindak pidana korupsi di tubuh BUMN merupakan upaya untuk mendorong penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
"Sehingga pengelolaan BUMN sebagai kepanjangan tangan negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai," ungkap Setyo.
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.