WahanaNews.co | Rencana
pemerintah memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembilan bahan
pokok (sembako) langsung menuai kritik dan kecaman dari sejumlah elemen
masyarakat.
Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad mengatakan, saat
ini parlemen belum melakukan pembahasan RUU KUP sebagai revisi UU 6/1983. Namun
sudah ada banyak polemik yang bermunculan.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Politikus Partai Gerindra ini secara tegas akan
menolak kebijakan ngawur pemerintah tersebut lantaran akan membebani rakyat
kecil.
"Kita akan menolak jika ada kewajiban perpajakan baru
yang membebani rakyat. Karena daya beli belum sepenuhnya membaik, ekonomi masih
megap-megap. Pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah. Pendapatan rumah
tangga menurun, kok kebutuhan bahan pokok mau dipajakin," tegas Kamrussamad dilansir
dari RMOL, Rabu (9/6/2021).
Adapun rencana pengenaan pajak tersebut diatur dalam
Pasal 4A draf revisi UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP). Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta
barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dari kelompok barang yang
tidak dikenai PPN.
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
"Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan
dikenakan PPN," imbuhnya.
Lebih lanjut Kamrussamad menjelaskan, jenis-jenis
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu
sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang-barang tersebut meliputi beras dan gabah,
jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan,
sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk melakukan
Reformasi Fundamental Regulasi Perpajakan secara sungguh-sungguh dan
menyeluruh. Dilanjutkan membangun kepercayaan wajib pajak dengan cara
memberikan Jaminan Zero Korupsi di perpajakan.
"Berani mengambil tindakan dengan berhentikan pejabat
korup sampai dua tingkat di atasnya dan dua tingkat ke bawah," harapnya.
Kamrussamad juga meminta pemerintah untuk optimalkan
penggalian potensi PPh yang tertuang dalam Pasal 25, Pasal 29 dan Pasal 23 UU
KUP untuk barang impor dan konsultan asing dalam pembangunan infrastruktur.
"Implementasikan kesepakatan pertukaran data otomatis
yang sudah diteken antarnegara melalui Automatic exchange of Informationatau AEol merupakan sistem pertukaran informasi
keuangan secara otomatis untuk mengejar Wajib Pajak (WP) di luar
negeri," pungkas dia. (Tio)