Sementara itu, kata Gugum, Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jelas melarang pejabat melakukan nepotisme.
Menurut Gugum, pejabat tidak boleh mengedepankan kepentingan keluarga dan 'kroni' di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Ketika Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota diperbolehkan kampanye caleg atau Paslon yang merupakan anggota keluarga atau terikat hubungan semenda dengannya, maka menurut kami pada saat itu telah terjadi pembiaran atas nepotisme," jelas Gugum.
Dalam salah satu petitumnya, Gugum ingin MK mengubah ketentuan Pasal 299 ayat (1) UU 7/2017 menjadi berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing."
"Jadi alasan permintaan petitum demikian adalah untuk mencegah jangan sampai Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dan pejabat lain melakukan nepotisme dalam kampanye," ungkap Gugum kepada CNN Indonesia, Kamis (25/1/2024).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
MK telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara ini pada 21 Desember 2023. Lalu, sidang perbaikan permohonan pada 22 Januari 2024.
[Redaktur: Alpredo Gultom]