"Jadi yang boleh menyatakan pelanggaran HAM berat itu terjadi atau tidak terjadi, tentu bukan Menkumham, yang boleh mengatakan itu hanya Komnas HAM menurut undang-undang," imbuh dia.
Menurutnya, Komnas HAM telah menyatakan peristiwa 98 masuk dalam pelanggaran HAM berat. Oleh karenanya, saat menjabat sebagai Menko Polhukam, pemerintah mengakui peristiwa 98.
Baca Juga:
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari PBB, Fahri Bachmid Jadi Penjabat Ketum
"Maka apa yang ditetapkan oleh Komnas HAM kita laksanakan, seperti yang 12 yang sudah diakui oleh Presiden dan diapresiasi oleh PBB, karena itu ditetapkan oleh lembaga yang Menurut undang-undang berwenang untuk menetapkan," ujarnya.
Amnesty International Indonesia (AII) meragukan komitmen HAM Prabowo terkait pernyataan Yusril.
"Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia. Apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM," ujar Direktur Eksekutif AII Usman Hamid melalui keterangan tertulis, Senin (21/10).
Baca Juga:
Yusril Ungkap Wacana Penambahan Jumlah Kementerian dari 34 Menjadi 40
Menurut Usman, pernyataan Yusril tidak mencerminkan pemahaman Undang-undang yang benar khususnya mengenai pengertian pelanggaran HAM berat pada penjelasan Pasal 104 Ayat (1) dari UU 39/1999 tentang HAM maupun Pasal 7 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Pernyataan itu juga, terang Usman, mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta tim gabungan bentukan pemerintah dan penyelidikan pro-justisia Komnas HAM atas sejumlah peristiwa pada masa lalu yang menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity.
"Jadi, pelanggaran HAM yang berat menurut hukum nasional bukan hanya genosida dan pembersihan etnis," kata dia.