Susno mengungkapkan prosedur di LPSK untuk menentukan seseorang sebagai terlindung harus melalui tahapan. Salah satunya harus diputuskan melalui rapat komisioner.
“Di LPSK itu prosedurnya kan harus rapat komisioner, harus ini, harus ini. Iya 5 menit orang udah mati," ujar Susno.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
“Andaikan orang seperti ini sudah mengaku seperti ini, perlindungannya masih harus ini, nunggu ini, nunggu itu, ya udah mati duluan.”
Padahal, kata Susno, sejak memberikan pengakuan terbaru soal adanya keterlibatan orang lain yang berujung pada penetapan tersangka lainnya yang berjumlah tiga orang, maka sejak itu nyawa Bharada E sudah terancam.
Jika kemudian LPSK memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai justice collaborator, Susno juga mengingatkan agar negara memastikan perlindungannya tersebut.
Baca Juga:
Pemantauan Kasus Vina dan Eki Dirampungkan Komnas HAM
"Seandainya ini dilindungi oleh LPSK, disetujui, gimana LPSK mengamankannya. Dia punya safe house yang tersembunyi, terus dia punya tenaga untuk mengamankan itu, atau hanya di atas kertas saja kami melindungi keamanan?” tanya Susno.
“Ini menjadi PR bagi negara karena LPSK dibuat oleh negara untuk melindungi dalam rangka menegakkan HAM.”
Diberitakan sebelumnya, Bharada E melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanuddin, sudah mengajukan kliennya sebagai justice collabolator.