WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU), salah satunya dengan menggunakan dana haram untuk membayar jasa hukum di Visi Law Office.
Dugaan ini menjadi dasar bagi penyidik KPK untuk menggeledah kantor hukum tersebut, yang didirikan oleh aktivis antikorupsi Febri Diansyah dan Donal Fariz pada Oktober 2020.
Baca Juga:
KPK Duga SYL Bayar Pengacara Pakai Uang Korupsi, Febri Diansyah Membantah
Sementara itu, mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, yang kini berprofesi sebagai advokat di Visi Law Office, telah diperiksa sebagai saksi pada Rabu (19/3/2025).
"Kami sedang menangani kasus TPPU SYL. Dalam penyelidikan ini, kami melacak aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/3) sore.
"Salah satu dugaan kami adalah bahwa uang hasil korupsi SYL digunakan untuk membayar jasa hukum di Visi Law Office, yang waktu itu menjadi penasihat hukumnya," tambahnya.
Baca Juga:
Pakar Hukum: KPK Harus Buktikan Keterlibatan Febri dalam Kasus Kementan
Febri dan Rasamala sempat menjadi kuasa hukum SYL dalam tahap penyidikan kasus pemerasan dan gratifikasi. Kasus tersebut kini telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), dengan SYL dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Dalam penggeledahan di kantor Visi Law Office di Pondok Indah, Jakarta Selatan, penyidik KPK menyita berbagai dokumen serta barang bukti elektronik (BBE).
Sejumlah dokumen perkara yang tengah ditangani KPK juga turut disita, termasuk berkas terkait dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, yang disebut merugikan negara hingga Rp319 miliar.
Temuan dokumen dan barang bukti ini nantinya akan dikonfirmasi lebih lanjut kepada para saksi yang akan dipanggil dalam proses penyidikan.
Sebelumnya, KPK juga mendalami aset yang dimiliki SYL dan diduga berasal dari hasil korupsi. Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk putri SYL yang juga anggota DPR RI Fraksi NasDem, Indira Chunda Thita, serta cucunya, Andi Tenri Bilang Radisyah Melati alias Bibie.
Selain itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Karantina Indonesia, Fardianto Eko Saputro, turut diperiksa.
Pada Jumat, 28 Februari 2025, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan SYL, dengan perubahan redaksi terkait pembebanan uang pengganti.
Majelis hakim kasasi mewajibkan SYL membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 (Rp44 miliar) serta US$30.000.
Jumlah tersebut akan dikurangi dengan uang yang telah disita dalam kasus ini, yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara.
Apabila SYL tidak mampu membayar uang pengganti tersebut, maka ia harus menjalani hukuman tambahan berupa lima tahun penjara.
Sementara itu, untuk pidana pokoknya, SYL tetap divonis 12 tahun penjara serta denda Rp500 juta, dengan ketentuan subsider empat bulan kurungan.
Perkara dengan nomor 1081 K/PID.SUS/2025 ini ditangani oleh majelis hakim yang diketuai Yohanes Priyana, dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono. Panitera pengganti dalam kasus ini adalah Setia Sri Mariana.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]