Selain itu, ia juga didakwa terlibat dalam pemberian suap senilai Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap ini diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio, untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Menurut jaksa, perbuatan Hasto termasuk dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca Juga:
Versi Dakwaan Jaksa KPK ke Hasto, Berikut Kronologi Harun Masiku Kabur
Narasi Kriminalisasi
Sepanjang persidangan, Hasto tampak tenang dan serius menyimak pembacaan dakwaan. Namun, selepas sidang, ia kembali menyuarakan klaim kriminalisasi kepada awak media.
"Surat dakwaan yang tadi dibacakan oleh penuntut umum semakin memperjelas bahwa ini adalah kriminalisasi hukum," ucap Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Baca Juga:
Sidang Perdana Hasto Soal Kasus Harun Masiku Dilaksanakan Hari Ini
Ia menuding bahwa kasus ini merupakan daur ulang dari perkara yang sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), yang menyeret Saeful Bahri, Agustiani Tio, dan Wahyu Setiawan.
Menurutnya, ada kepentingan politik di balik proses hukum yang sedang dijalaninya.
"Ini adalah pengungkapan kembali suatu perkara yang sudah inkrah, yang kemudian didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik tertentu," ujar Hasto.