WahanaNews.co | Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) adalah cacat formil.
Sementara itu, partai di luar pendukung pemerintah akan mengawal proses perbaikan undang-undang tersebut agar lebih berpihak kepada rakyat.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly, melalui keterangan tertulis, Minggu (28/11/2021), mengatakan, pemerintah menghormati dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil.
Selanjutnya, pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan tersebut melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan MK.
Menurut dia, putusan MK telah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan, yakni paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan.
Baca Juga:
Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan: Kaji Ulang Omnibus Law Jika Terpilih
Putusan MK juga menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja.
”Dengan demikian, peraturan perundang-undangan yang telah berlaku untuk melaksanakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku,” kata Yasonna.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Anis Byarwati, mengatakan, keputusan MK menunjukkan pemerintah gegabah dan terburu-buru dalam membahas serta menyetujui UU Cipta Kerja.
Itu berakibat pada terabaikannya prosedur penyusunan yang selama ini digunakan dalam setiap penyusunan UU.
”MK pun menyatakan di antaranya partisipasi publik yang rendah, seperti sulitnya akses terhadap naskah akademik dan perubahan penulisan terhadap substansi persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden,” ucapnya.
Anis mengingatkan, ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin besar jika tidak bijak dalam mengambil keputusan mengenai perbaikan UU Cipta Kerja.
Sebab, UU itu sangat berdampak pada ekonomi nasional.
”Kalau mau berpihak dan tegas, ya cabut UU Cipta Kerja dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Efeknya jelas akan terasa di kondisi pandemi ini,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Alifudin, menambahkan, publik mesti ikut mengawal bersama-sama putusan MK tersebut.
Apalagi saat UU itu dibahas di DPR, hanya PKS dan Demokrat yang menolak UU Cipta Kerja, sehingga perbaikan kali ini sangat membutuhkan peran publik untuk turut mengawasi perbaikan agar lebih berpihak kepada rakyat.
Menurut dia, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meskipun sudah melaksanakan beberapa pertemuan dengan berbagai pihak.
”Kami berharap ke depan perbaikan UU Cipta Kerja ini harus lebih melibatkan publik dan berpihak kepada rakyat. Karena UU ini sangat berkaitan dengan rakyat, pengusaha, serta buruh, semua harus bersama-sama diskusi mengenai ini,” ucap Alifudin.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional di DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan, pemerintah dan DPR harus segera mengambil keputusan atas putusan MK itu.
”Pilihan terbaik adalah segera melakukan perbaikan, apalagi waktu yang tersedia sangat sempit mengingat ruang lingkup dan jumlah pasal sangat banyak,” ujarnya.
Menurut dia, putusan MK ini perlu menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan DPR, terlebih pengalaman dalam membuat omnibus law terbilang masih sangat baru, sehingga wajar jika MK memberikan koreksi dan perbaikan.
Oleh sebab itu, pembahasan RUU omnibus law ke depan mesti memperhatikan catatan yang diberikan MK dalam UU Cipta Kerja. [qnt]