"Ada yang diberikan secara tunai, ada yang transfer. Ini sedang kita ikuti... Kalau nanti ke siapa pun, ke atasannya, atau ke sesama kadis, atau ke gubernur, dan kami yakini, kami kerja sama dengan PPATK untuk melihat kemana saja uang itu bergerak, kita tentu akan panggil," tegas Asep.
Ia juga menyatakan, KPK tidak akan memberikan pengecualian kepada siapa pun.
Baca Juga:
Pekerjaan Drainase Jl. Boulevard Barat Raya Jadi Sorotan, Warga Desak Gubernur Bertindak
“Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan. Kalau bergerak ke seseorang, misalnya ke kadis yang lain atau ke Pak Gubernur, pasti kita panggil.”
KPK menyebut awal mula terbongkarnya kasus ini adalah laporan masyarakat terkait proyek jalan yang dinilai kualitasnya buruk.
Dari situ, KPK mulai melakukan pengamatan dan akhirnya menemukan adanya penarikan uang oleh pihak swasta, yang diduga sebagai bagian dari praktik suap proyek.
Baca Juga:
BPAD Jakarta Timur Tepis Dugaan Proyek Pemagaran Tanah Aset Tidak Sesuai Spek di Gedung Legiun Veteran RI
Adapun pihak swasta tersebut adalah M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Pilang, yang masing-masing menjabat sebagai Direktur PT Dalihan Natolu Grup dan PT Rona Na Mora. Mereka menarik dana Rp2 miliar yang sebagian kemudian dibagikan ke pejabat terkait.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima tersangka, di antaranya pejabat Dinas PUPR Provinsi Sumut dan pihak swasta.
Pejabat tersebut adalah Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua) dan Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I), serta Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra.