Pandemi Covid-19 ini juga memukul usaha kelompok transpuan di
Kabupaten Sikka. Salon tutup karena sepi pelanggan, pesanan katering makanan
mandek, dan penjualan tenun ikat, seret.
Selain aktivitas membantu mengelola dan mendistribusikan
sembako, Fajar Sikka juga mengadvokasi anggotanya memperoleh Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
Baca Juga:
Transpuan yang Ditemukan Tewas Membusuk di Salon, Ternyata Dibunuh
Selama ini, transpuan di Kabupaten Sikka kesulitan memiliki
KTP. Permasalahannya, karena mereka kabur atau terusir dari rumah, tanpa
membawa identitas diri, kehilangan KTP selama di rantau, sampai enggan mengurus
karena minder menjadi transpuan.
"Saya resmi jadi warga negara Indonesia setelah umur 36
tahun," kata anggota Fajar Sikka, Marianus Juni Migo, atau akrab disapa
Cece sambil tertawa kecil.
Cece, salah satu anggota Fajar Sikka yang dibantu
komunitasnya untuk memperoleh KTP.
Baca Juga:
Dikira Mencuri, Transpuan di Bekasi Nyaris Dihakimi Masa
Tim advokasi dari Fajar Sikka berkali-kali mendatangi kantor
dinas catatan sipil setempat, mendesak agar pejabat setempat mengeluarkan KTP
untuk warganya.
Cece yang baru pertama kali punya KTP, selama ini kesulitan
memperoleh kartu identitas tersebut setelah merantau ke Kota Maumere dari tanah
kelahiran di Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
"Saya anak pertama, adik-adik sudah berkeluarga semua.
Jadi adik-adik sudah punya kartu keluarga, saya sendiri yang belum. Orangtua
sudah almarhum," katanya.