Salah satunya, Petrus Peter Song atau akrab dipanggil
Chintya Datores. Ia mengaku sudah merasa menjadi perempuan saat duduk di bangku
sekolah dasar.
Sampai akhirnya, beranjak remaja, Lola mengajak Chintya
bekerja di sebuah salon di Kota Maumere. Dari sinilah, ia mulai terbiasa
berdandan dan menggunakan pakaian perempuan.
Baca Juga:
Transpuan yang Ditemukan Tewas Membusuk di Salon, Ternyata Dibunuh
"Kebiasaan Kakak Lola ajarin seperti itu, saya bangun,
mandi, saya berdandan, saya berpakaian perempuan, sudah saya duduk manis di
depan (salon)," kata Chintya
Dari titik ini pula, Chintya mulai bergaul dengan komunitas
transpuan di Kabupaten Sikka dan memulai usaha salon sendiri, termasuk
memproduksi tenun ikat.
"Saat itu sudah bisa bekerja mencari uang untuk biaya
kehidupan papa dan mama," katanya.
Baca Juga:
Dikira Mencuri, Transpuan di Bekasi Nyaris Dihakimi Masa
Dari keluarga besar transpuan ini, Lola yang paling aktif
berorganisasi di Fajar Sikka. Chintya mendapat bantuan pemasaran produksi tenun
ikatnya dari Fajar Sikka, dan Linda sesekali ikut berkumpul untuk arisan atau
kegiatan berdoa bersama.
Riwayat Fajar Sikka