APA memasukkan kondisi gangguan perilaku dengan sifat tidak berperasaan dan tidak emosional untuk anak-anak berusia 12 tahun ke atas.
Alasannya adalah, menurut APA, gangguan perilaku mengarah ke psikopati merupakan kondisi serius yang mencerminkan defisit interpersonal. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan perilaku berbahaya.
Baca Juga:
YLKI Dukung Cukai Tinggi Minuman Berpemanis untuk Kurangi Konsumsi Anak
Namun, orang dengan sifat psikopat sering disalahpahami. Mereka sering digambarkan sebagai pembunuh massal di film. Padahal sebenarnya, kebanyakan penderita psikopat tidak menjadi pembunuh berantai.
Faktanya, beberapa penderita psikopati kemudian menjadi wirausahawan dan pemimpin bisnis yang sukses. Temuan ini sebagaimana diungkapkan sebuah penelitian yang memperkirakan bahwa sekitar 3% pemimpin bisnis sebenarnya psikopat.
Sementara di sisi lain, peneliti memperkirakan sekitar 1% populasi orang dewasa mungkin memenuhi kriteria psikopat. Psikopati lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, namun tidak sepenuhnya merupakan gangguan pada laki-laki.
Baca Juga:
Ingin Menjadi Kebanggaan Orang Tua: Kisah Mustofa yang Sembuh dari Katarak
Beda Antisosial & Psikopat
Dalam praktiknya, banyak diagnosis yang digunakan dalam pengobatan kesehatan mental tumpang tindih dengan psikopat. Misalnya, anak-anak yang tidak berperasaan dan tidak emosional sering kali didiagnosis menderita gangguan pembangkangan oposisi pada usia muda.
Kemudian, selama masa remajanya, mereka mungkin didiagnosis menderita gangguan perilaku. Gangguan ini melibatkan pola pelanggaran hak-hak orang lain dan mengabaikan aturan-aturan dasar sosial yang terus-menerus.