Sedangkan Perda No 4 Tahun 2019 tentang RTRW Sidoarjo 2019, kata Wahyu, menegaskan wilayah pesisir dan laut Sedati sebagai kawasan perlindungan mangrove dan perikanan.
Lalu di Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2021 dan Permen ATR No 18 Tahun 2021, kata Wahyu, menyatakan bahwa HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah darat, bukan di atas laut.
Baca Juga:
11 Organisasi Gorontalo Bentuk Simpul WALHI untuk Lingkungan Hidup
Sedangkan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mengutamakan konservasi kawasan laut khususnya pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian, Putusan Mahkamah Konstitusi No 3/PUU-VIII/2010 membatalkan ketentuan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) karena bertentangan dengan UUD 1945.
Lebih lanjut, menurut Wahyu, kehadiran HGB ini semakin memperburuk kondisi kawasan pesisir dan laut di Sidoarjo dan Surabaya. Alih fungsi mangrove dan kerusakan ruang laut terus meningkat, mengancam ekosistem dan keberlanjutan lingkungan.
Baca Juga:
Saat Diskusi 'Digusur karena Bandara IKN', 9 Petani Kaltim Ditangkap Polisi
"Karena itu, kami mendesak Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di laut Sidoarjo," tegqs Wahyu.
Walhi juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur menegakkan rencana tata ruang sesuai peruntukan dan mengutamakan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.
"Kami juga meminta Presiden RI mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN dan stakeholder terkait, serta mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin HGB," kata dia.