“Oleh karena itu, diperlukan percepatan penyelesaian terhadap tanah objek Reforma Agraria yang bermasalah, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan sertipikasi oleh Kementerian ATR/BPN,” ungkap Plt. Deputi Susiwijono.
Isu dan tantangan yang masih menghambat terkait Legalisasi Tanah Transmigrasi, salah satunya ialah belum tersinkronisasinya data tabular dan spasial terkait transmigrasi di K/L sehingga sulit untuk melakukan penyelesaian permasalahan legalisasi tanah transmigrasi.
Baca Juga:
Upacara Bendera HUT RI Kemenko Perekonomian, Kobarkan Semangat Perjuangan untuk Kemajuan Perekonomian Bangsa
Adapun terkait Permasalahan Penyelesaian Konflik Agraria, salah satunya adalah belum tersedia kebijakan yang mengatur mengenai penyelesaian konflik agraria, khususnya konflik agraria pada aset tanah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Barang Milik Negara (BMN), dan Barang Milik Daerah (BMD).
Untuk itu, diperlukan kebijakan yang mampu menjawab isu dan tantangan Reforma Agraria, dan pada 3 Oktober 2023 telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, yang dalam hal ini untuk penyelesaian permasalahan pertanahan transmigrasi dan penyelesaian Konflik Agraria, di antaranya yaitu survei bersama.
“Tujuan survei bersama adalah untuk sinkronisasi data subjek dan objek TORA untuk penegasan areal transmigrasi untuk sumber TORA. Mekanisme penyelesaian Konflik Agraria pada aset BUMN/BUMD, aset BMN dan BMD. Selain itu, untuk percepatan telah disusun Rencana Aksi terkait Legalisasi Aset Tanah Transmigrasi dan Penyelesaian Konflik Agraria yang terlampir pada Perpres Nomor 62 Tahun 2023,” ujar Plt. Deputi Susiwijono.
Baca Juga:
TPIP-TPID Wilayah Jawa Perkuat Sinergi Tingkatkan Produktivitas Pertanian di Tengah Risiko Anomali Cuaca dan Alih Fungsi Lahan
Mekanisme Penyelesaian Konflik Agraria telah diatur mulai dari tahapan penerimaan laporan/aduan konflik agraria dari masyarakat, kemudian akan diinventarisasi data, verifikasi, analisis data fisik, dan data yuridis, yang selanjutnya dibahas oleh Tim Pelaksana untuk mendapatkan rekomendasi pola penyelesaian
Rekomendasi pola penyelesaian dapat berupa dua cara yakni apabila konflik agraria pada aset tanah BUMN dilakukan dengan kerja sama Pemanfaatan Aset BUMN, atau Hak Atas Tanah (HAT) berjangka waktu diatas Hak Pengelolaan (HP) BUMN, atau juga Redistribusi Tanah apabila sudah dimanfaatkan dan dikuasai Masyarakat lebih dari 20 tahun dengan itikad baik.
Sementara, pola penyelesaian lainnya apabila konflik agraria pada aset tanah BMN/BMD dapat dilakukan pemindahtanganan untuk kepentingan umum jika telah memenuhi kriteria ketentuan konflik agraria yang disyaratkan.