"Ketika kami melihat situasi keuangan negara, kami berpikir bahwa kami tidak dapat melanjutkan (dengan HSR)," katanya kepada wartawan saat itu.
"Tetapi setelah mempelajarinya dan implikasi dari pembatalan kontrak secara sepihak, kami memutuskan bahwa kami mungkin harus melakukannya di kemudian hari, kami mungkin harus menurunkan harga. Namun sejauh yang kami bisa, penurunan harga sangat sulit dilakukan. Jadi itu harus ditunda," tambahnya.
Baca Juga:
Jaga Keselamatan Pengguna Jalan, KCIC Tutup Akses Tol Stasiun Kereta Cepat Halim
Akhirnya pada September 2018, Singapura dan Malaysia kemudian menandatangani perjanjian baru yang secara resmi menyetujui penundaan pembangunan HSR hingga akhir Mei 2020.
Berdasarkan perjanjian baru itu layanan kereta cepat Malaysia-Singapura diharapkan dapat beroperasi pada 1 Januari 2031, atau mundur hampir 5 tahun dari sebelumnya 31 Desember 2026.
Di luar itu Malaysia juga harus membayar biaya gagal sebesar 15 juta dolar Singapura sebelum akhir Januari 2019 karena penangguhan proyek tersebut.
Baca Juga:
Menteri Perhubungan: China Berminat Bangun Kereta Otonom di IKN Kalimantan Timur
Selain itu, jika Malaysia tidak melanjutkan proyek tersebut pada tanggal 31 Mei 2020, maka Malaysia juga akan menanggung biaya pembatalan proyek yang telah disepakati sebelumnya dan akan dikeluarkan dari Perjanjian Bilateral HSR.
Pada akhir Februari 2020, masa jabatan koalisi Pakatan Harapan di pemerintahan Malaysia tiba-tiba berakhir karena masalah politik.
Dr Mahathir mengundurkan diri sebagai perdana menteri, dan Muhyiddin Yassin ditunjuk untuk memimpin pemerintahan baru yang dipimpin oleh koalisi Perikatan Nasional.