“Pemerintah mengantisipasi dengan membagikan data mereka, termasuk paspor dan surat perjalanan laksana paspor (SPLP), ke instansi terkait. Mereka masuk kategori person of interest sehingga mendapat perhatian khusus,” jelas Santo.
Istilah person of interest merujuk pada seseorang yang mungkin terkait dengan suatu kasus, meskipun belum secara resmi didakwa melakukan kejahatan.
Baca Juga:
Gadis 14 Tahun Hilang di Bogor Diduga Jadi Korban TPPO, Polisi Amankan Seorang Pria
Modus penipuan daring yang berkembang di Kamboja umumnya dijalankan melalui media sosial, dengan pelaku berpura-pura menawarkan pekerjaan bergaji tinggi, peluang investasi cepat untung, hingga janji menemukan jodoh.
Setelah korban tertarik dan mengirimkan sejumlah uang, pelaku biasanya langsung menghilang tanpa jejak.
Pusat-pusat kejahatan siber itu kerap mempekerjakan warga dari berbagai negara termasuk Indonesia, karena kemampuan bahasa mereka dapat mempermudah proses penipuan terhadap korban di negara asal.
Baca Juga:
Dijanjikan Kerja di Thailand, Perempuan Asal Yogyakarta Dieksploitasi di Kamboja sebagai Scammer
Perekrutan pekerja dilakukan dengan cara yang serupa, yakni dengan janji gaji besar di bidang teknologi atau layanan pelanggan internasional.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh mencatat lonjakan besar kasus WNI bermasalah di Kamboja pada tahun 2025.
Sepanjang Januari hingga September 2025, ada 4.030 kasus yang ditangani, meningkat 73 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2024, dengan 3.323 di antaranya terkait jaringan penipuan daring.