“Ada keinginan pemerintah untuk tak terlalu bergantung pada alutsista buatan AS. Prancis dipilih karena mereka punya otonomi strategis, meski tetap bagian dari NATO,” terang Fauzan.
Di balik pembelian Rafale, juga terdapat perjanjian industri strategis: amunisi buatan bersama antara PT Pindad dan Nexter Munition, kerja sama teknologi pertahanan dengan Thales Group dan PT Len Industri.
Baca Juga:
Kemhan Tahan Keputusan Pembelian 12 Jet Rafale Tambahan, Ini Alasannya
Pertahanan menjadi instrumen diplomasi dan ekonomi sekaligus.
Namun di dalam negeri, kritik terus bergema. Publik mempertanyakan transparansi dan efektivitas dari belanja alutsista jumbo.
“Masalahnya komunikasi pemerintah terlalu normatif. Masyarakat butuh penjelasan lebih rinci dan terbuka,” tegas Fauzan.
Baca Juga:
Ketangguhan Rafale Dipatahkan, India Dinilai Abaikan Kekuatan Aliansi Pakistan-China
Ia membandingkan Indonesia dengan AS dan Australia, yang menyediakan dokumen resmi, bahkan portal khusus bagi publik untuk memahami detail alutsista mereka.
Rafale dan Masa Depan Pertahanan Indonesia
Perancis saat ini menjadi eksportir senjata terbesar kedua dunia, menggeser Rusia. Asia, termasuk Indonesia dan India, menjadi pasar utamanya.