Perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel mencakup penghentian semua serangan serta kesepakatan pertukaran tahanan, dengan komitmen Israel membebaskan sekitar 2.000 warga Palestina sebagai imbalan atas pemulangan seluruh tawanan Israel, termasuk yang telah meninggal dunia.
Tahap awal perjanjian juga mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari garis depan menuju garis kuning yang dianggap sebagai zona penempatan ulang, namun realitas di Gaza menunjukkan bahwa militer Israel masih menguasai wilayah strategis termasuk Shujayea.
Baca Juga:
Prabowo Tiba di Jakarta Usai Hadiri KTT Perdamaian dan Penghentian Perang Gaza
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan membagikan peta yang menunjukkan sekitar 58 persen wilayah Gaza masih berada di bawah kontrol langsung Israel meski status gencatan senjata telah diberlakukan.
Selain konfrontasi dengan Israel, Gaza kini juga menghadapi ancaman dari dalam, di mana dinamika internal memperlihatkan potensi pecahnya konflik baru antara Hamas dan kelompok bersenjata lainnya yang beroperasi di wilayah tersebut.
Isu pelucutan senjata Hamas yang menjadi syarat utama Israel tetap menjadi topik paling sensitif karena hingga kini Hamas belum memberikan komitmen tegas terhadap tuntutan tersebut.
Baca Juga:
Momen Jabat Tangan dan Pujian Presiden Trump kepada Presiden Prabowo
Ketegangan semakin terlihat setelah beberapa kelompok bersenjata Palestina dituding mendapatkan dukungan diam-diam dari Israel untuk melemahkan posisi Hamas menjelang pembahasan lanjutan gencatan senjata.
Pemerintah Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan pada Minggu (12/10/2025) bahwa 27 orang tewas termasuk delapan anggota Hamas dalam bentrokan antara pasukan keamanan Hamas dan milisi bersenjata dari sebuah klan lokal.
Media Palestina juga mencatat bahwa bentrokan susulan kembali terjadi pada Selasa (14/10/2025) di beberapa titik wilayah Gaza yang menandakan gencatan senjata tidak serta-merta menghentikan ketegangan bersenjata.