WahanaNews.co, Washington - Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih berpotensi mengakibatkan terhentinya bantuan militer yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) pada Ukraina.
Hal ini dapat mengakibatkan negara-negara di Eropa yang terpecah harus menanggung biaya dukungan kepada Kiev, dan akhirnya mengakibatkan berakhirnya perjanjian NATO.
Baca Juga:
Klaim NATO tentang Bantuan Militer Iran ke Rusia di Ukraina Tak Berdasar dan Bermotif Politik
Pandangan ini disampaikan oleh akademisi Phillips Payson O’Brien dalam artikel di The Atlantic pada Sabtu (2/9/2023).
Sekarang ini, oposisi terhadap pemberian persenjataan kepada Ukraina telah menjadi posisi yang didukung oleh para pendukung Trump. Menurut perkiraan O’Brien, mayoritas dari tiga perempat pemilih dalam Partai Republik adalah pendukung Trump.
Sejak pelantikannya, Trump telah berulang kali berjanji untuk menggunakan bantuan militer sebagai alat tekanan guna memaksa Ukraina untuk melakukan perundingan damai dengan Rusia dalam waktu 24 jam.
Baca Juga:
Terpilih Jadi Sekjen NATO, Ini Profil Perdana Menteri Belanda Mark Rutte
Dua pesaing terdekat Trump dalam bursa nominasi presiden dari Partai Republik, yaitu Ron DeSantis dan Vivek Ramaswamy, juga telah membahas tentang pembatasan dukungan terhadap Kiev.
Dari tiga kandidat yang mungkin, Ramaswamy dianggap sebagai yang paling maju, karena ia menyatakan bahwa AS akan mengakui klaim teritorial Rusia atas Ukraina sebagai imbalan atas kebijakan Moskow yang menjauhkan diri dari Beijing.
O’Brien memperingatkan bahwa jika Trump atau salah satu penerusnya memenangkan kursi presiden pada bulan November 2024, Eropa akan menghadapi pemerintahan AS yang baru dan akan menghentikan seluruh dukungan terhadap Ukraina.