Pada 2021, tingkat kelahiran hanya mencapai 1,81 kelahiran per perempuan, jauh di bawah angka yang diperlukan untuk menstabilkan populasi, yaitu 2,1.
Meskipun begitu, beberapa dokter di Korea Utara tetap melayani aborsi secara diam-diam karena tidak puas dengan gaji yang sangat rendah dari pemerintah.
Baca Juga:
Meski Tertutup, Korea Utara Tetap Bisa Dipantau Media Korea Selatan
Menurut sumber RFA, para dokter mematok tarif sekitar 30.000 won atau sekitar Rp345 ribu per aborsi.
Jumlah tersebut cukup untuk membeli 4,5 kilogram beras dan setara dengan gaji bulanan rata-rata pekerja di Korea Utara, yang tidak mencukupi untuk biaya hidup.
"Ada hari-hari ketika mereka bisa melakukan hingga tiga operasi dalam sehari," ungkap sumber anonim tersebut.
Baca Juga:
Diduga Hasil Barter dengan Moskow, Kim Jong Un Pamer Rudal Baru
Pemerintah Korea Utara telah berusaha meningkatkan gaji bulanan dokter hingga lebih dari 40 kali lipat, mencapai 80.000 won (sekitar Rp920 ribu) hingga 180.000 won (sekitar Rp2 juta).
Namun, banyak dokter yang tetap memilih menjalankan praktik ilegal ini untuk menambah penghasilan mereka.
Untuk mengatasi krisis kelahiran, pemerintahan Kim Jong Un telah menerapkan kebijakan yang memberikan insentif bagi keluarga dengan banyak anak.