Ketika Rusia merebut Krimea dari Ukraina pada 2014, ASEAN tidak mengeluarkan pernyataan.
Majelis Umum PBB pada hari Rabu mengadopsi resolusi yang "sangat menyesalkan agresi Rusia terhadap Ukraina.”
Baca Juga:
Inovasi Crowdsourcing Maritim di Tengah Konflik Natuna
Di antara 10 anggota ASEAN, delapan memilih resolusi, dengan Vietnam dan Laos abstain.
Untuk ASEAN, para ahli mengatakan invasi Rusia ke Ukraina memiliki kesamaan dengan langkah ekspansionis China di Laut China Selatan, yang juga mereka lihat sebagai upaya sepihak tetangga raksasa untuk mengubah status quo.
“Ada kekhawatiran bahwa jika AS sibuk dengan konflik di Eropa, China mungkin akan mengisi kekosongan di Asia dengan menginvasi Taiwan atau memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan dan Timur,” tulis Gilang Kembara, seorang peneliti di Center untuk Kajian Strategis dan Internasional Indonesia, dalam op-ed Jakarta Post.
Baca Juga:
Peran Penting Indonesia dalam Menangani Konflik Laut China Selatan (LCS)
Pada tahun 2016, sebuah pengadilan internasional yang dibentuk di bawah naungan Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis di Den Haag menjatuhkan putusan yang menolak klaim teritorial China di Laut China Selatan, dalam kasus yang diajukan oleh Filipina.
China mengabaikan keputusan pengadilan, menyebutnya sebagai "kertas bekas", dan sejak itu terus melanjutkan militerisasi Laut China Selatan.
Menurut Penjaga Pantai Indonesia, telah dalam siaga tinggi di perairan sekitar Kepulauan Natuna negara itu sejak sebelum invasi Rusia ke Ukraina.