Bulan-bulan berikutnya aksi protes
terjadi di seluruh negeri.
Muncul gerakan pembangkangan sipil, di
mana ribuan pekerja kerah biru dan putih, termasuk dokter dan dosen turut turun
ke jalan.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Hal itu sengaja dilakukan untuk
mengganggu perekonomian dan menggeser posisi jenderal agar pemerintahan kembali
ke tangan yang sah, dan demokrasi segera pulih.
Pasukan keamanan secara brutal menekan
protes dengan tindakan keras yang mematikan dan sistematis.
Polisi dan tentara menembak mati orang
di jalan-jalan dan secara sewenang-wenang menahan orang yang menolak kudeta.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Hingga kini, menurut laporan Lembaga
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) 759 orang telah dibunuh oleh
pasukan keamanan sejak kudeta, dan lebih dari 4.500 ditangkap.
Berdasarkan laporan UNDP, krisis
ekonomi yang semakin parah dari pandemi dan kudeta yang dilakukan militer
menghapus kemajuan yang telah dibuat Myanmar dalam mengurangi kemiskinan.
Dampak pandemi saja, lanjut UNDP, akan meningkatkan tingkat kemiskinan Myanmar dari 24,8 persen
menjadi 36,1 persen.