WahanaNews.co | Raghad Saddam Hussein, yang merupakan putri tertua mendiang
pemimpin Irak, Saddam Hussein, muncul dalam program wawancara membahas soal
politik.
Materi yang dibahas dalam wawancara di stasiun televisi Arab Saudi, Al
Arabiya, itu membuat berang pemerintah Irak.
Baca Juga:
Kerjasama PT Tirta Asasta - Pemerintah Kota Depok Salurkan Bantuan Kemanusiaan Korban Banjir Kabupaten Sukabumi
Dilansir Middle East Monitor, Rabu (17/2/2021), dalam
wawancara itu, pemandu acara Sohaib Charair menanyakan, apakah
Raghad berniat terjun ke dunia politik Irak.
Raghad mengatakan, hal itu sangat mungkin terjadi. Apalagi politik dalam negeri Irak
kacau balau akibat persaingan kelompok berbasis suku dan agama.
"Semuanya bisa terjadi,"
kata Raghad.
Baca Juga:
Guru Supriyani Disomasi Bupati Konawe Selatan, Usai Cabut Kesepakatan Damai
Sontak wawancara itu membuat murka
pemerintah Irak.
Mereka lantas memanggil Duta Besar Yordania dan Arab Saudi terkait
dengan wawancara Raghad.
Raghad sejak 2003 bermukim di Ibu Kota
Amman, Yordania.
Dia belum pernah pulang ke tanah
kelahirannya sejak Amerika Serikat dan pasukan koalisi menyerbu Irak dan
menumbangkan rezim Saddam Hussein.
Saat ini, Raghad
masuk ke dalam daftar buronan pemerintah Irak.
Selain membahas soal politik Irak,
Raghad juga menyinggung perihal pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Menurut dia, Iran
terlalu ikut campur dalam urusan Irak setelah rezim ayahnya tumbang. Pemerintah
Irak saat ini cenderung merapat kepada Iran.
Padahal, di
kalangan rakyat Irak, sentimen anti-Iran masih melekat kuat meski mayoritas
penduduknya sama-sama menganut ajaran Syiah.
Irak dan Iran sempat berperang pada 22
September 1980 hingga 20 Agustus 1988.
Saat itu, Saddam
Hussein berusaha supaya gelombang revolusi di Iran yang menumbangkan
pemerintahan Shah Reza Pahlevi tidak menular ke negaranya.
Sebab, ketika itu Irak dikuasai oleh rezim Saddam yang beraliran Sunni dan menganut
paham Ba'athisme.
Padahal, kelompok
Sunni menjadi minoritas di tengah masyarakat Irak. [qnt]