Dikutip BBC Future, jenazah "Green Boots" belakangan menjadi landmark atau titik penanda di pendakian pendakian Everest jalur utara, sebelum dipindahkan tim ekspedisi asal China ke lokasi yang tidak terlalu mencolok pada 2014 silam.
Salah satu pendaki berpengalaman Everest, Alan Arnette menerangkan, proses penurunan jenazah pendaki sangat rumit, tergantung lokasi meninggalnya sang pendaki.
Baca Juga:
Duta Besar RI Untuk Bangladesh Tinjau Latihan MPE 24 Shanty Prayas IV
Seperti dilansir CBC News, jika pendaki meninggal di basecamp, maka dia mesti diturunkan ke area yang dapat dijangkau helikopter pendakian Fishtail Air.
Proses repatriasi menjadi semakin kompleks ketika jenazah berada di lokasi yang lebih tinggi, seperti South Col atau ketinggian di atas 8.000 meter.
Faktor-faktor seperti cuaca ekstrem dengan suhu di bawah 0 derajat Celsius dan kekurangan oksigen pada ketinggian tersebut membuat misi penyelamatan menjadi sulit. Jenazah pendaki seringkali terjebak di gunung karena pembekuan.
Baca Juga:
Ini 5 Negara Tidak Pernah Dijajah, Ada Tetangga Indonesia
Dengan ketinggian mencapai 29.029 kaki di atas permukaan laut, puncak Everest dikenal sebagai "zona kematian" karena kekurangan oksigen yang membuat pernapasan menjadi sulit bagi para pendaki.
Pada tahun 2023, penyakit ketinggian menjadi salah satu penyebab kematian di Gunung Everest. Tahun itu juga dikenal sebagai salah satu musim pendakian Everest paling mematikan, dengan 12 kematian dan lima orang dinyatakan hilang.
Nima Nuru Sherpa, Presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal, menyatakan bahwa tidak semua pendaki memiliki asuransi yang mencakup biaya pencarian, penyelamatan, dan evakuasi jenazah.