Di sana, ia menjalani operasi besar untuk pembuatan stoma dan biopsi ulang. Setelah sebulan, ia kembali dirujuk ke RSUP Adam Malik, Medan, untuk menjalani kemoterapi.
Ary menjalani delapan siklus kemoterapi dengan interval dua minggu selama enam bulan. Namun, evaluasi menunjukkan bahwa tumor ganas tersebut masih belum bisa diangkat.
Baca Juga:
Resistensi Antimikroba, Ancaman Mematikan yang Mengalahkan HIV dan Malaria
Pengobatan pun dilanjutkan dengan regimen kedua selama enam bulan dengan jumlah siklus yang sama, tetapi tetap tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Setelah itu, dokter merekomendasikan radioterapi sebanyak 25 kali selama lebih dari satu bulan. Namun, tumor tetap tidak bisa diangkat. Ary pun melanjutkan kemoterapi oral sebanyak 24 siklus, tetapi hasilnya masih belum membaik.
Sebagai langkah lanjutan, Ary menjalani regimen ketiga selama hampir delapan bulan, tetapi tetap tidak ada perkembangan karena tumor mengalami perlekatan.
Baca Juga:
BPOM Peringatkan Bahaya AMR: Dari Evolusi Mikroba ke Ancaman Global
Dokter kemudian menambahkan 12 siklus kemoterapi lagi, yang sampai saat ini masih terus dijalani.
Pada tahap awal pengobatan, Ary masih bisa bekerja sebagai pengemudi ojek daring di sela-sela jadwal kemoterapi. Namun, memasuki tahun 2024, kondisinya semakin memburuk.
"Di awal 2024, kesehatan suami semakin menurun akibat batu ginjal dan TBC. Saat operasi pada Juli 2024, dokter menemukan bahwa batu ginjalnya telah menyebar hingga ke kandung kemih, dan TBC-nya juga telah mencapai paru-paru. Sejak saat itu, kondisinya terus memburuk, hingga akhirnya ia tak bisa lagi bekerja sebagai ojek daring," ujar Desika.