WahanaNews.co, Jakarta - Massa Aliansi Mahasiswa Peduli Keadilan (AMPK) menggelar demonstrasi di depan kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Mereka mendesak agar pejabat negara yang tak tertib dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
"Koruptor adalah salah satu musuh Negara Indonesia. Gratifikasi, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang jabatan adalah tindakan yang merugikan keuangan negara dan merupakan bagian atau jenis tindak pidana korupsi. LHKPN merupakan salah satu dokumen tentang uraian dan rincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran harta kekayaan bagi penyelenggara negara," kata koordinator aksi, Amril di depan kantor PPATK, Jakarta, Senin (15/01/24).
Baca Juga:
Raffi Ahmad Diingkatkan KPK Wajib Lapor LHKPN
"LHKPN juga bukan hanya sekedar meliputi kekayaan penyelenggara negara, melainkan dapat juga keluarga inti seperti istri dan anak yang masih menjadi tanggungan. LHKPN, berfungsi untuk mengawasi sekaligus menjaga akuntabilitas kepemilikan harta pejabat negara," sambung Amril.
Massa menyinggung soal viralnya video yang diunggah akun TikTok @ivan******, dengan narasi terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Ivan. Amril mengatakan aksi ini diikuti sekitar 200 orang.
"Beberapa hari ini masyarakat dan kalangan generasi muda digemparkan dengan munculnya video narasi yang diunggah melalui account sosmed TikTok @ivanyustiavandana, yang menyampaikan terkait LHKPN dari seorang Kepala PPATK Ivan Yustiavandana yang dianggap janggal dan terindikasi adanya dugaan gratifikasi." ucap Amril.
Baca Juga:
Soal Jam Tangan Mewah, Kejagung Persilakan KPK Klarifikasi Abdul Qohar
"Dalam video narasi tersebut menyatakan bahwa Ivan Yustiavandana tidak melaporkan harta kekayaannya secara menyeluruh," imbuh Amril.
Amril mengacu pada dokumen yang tersebar di TikTok tersebut, yang membeberkan nilai kekayaan di LHKPN dinilai tak sesuai dengan fakta. Amril mendorong aparat penegak hukum menindaklanjuti kabar tersebut.
"Dalam LHKPN yang tersebar di sosmed itu total harta kekayaan Ivan Yustiavandana selaku Kepala PPATK hanya tercatat kurang lebih Rp 4,1 milyar. Padahal terindikasi masih banyak harta yang tidak dicantumkan kedalam LHKPN," ungkap dia.
Dalam tuntutan aksinya, AMPK meminta agar KPK atau kepolisian untuk memeriksa pejabat yang tidak tertib melaporkan LHKPN. Di samping itu, AMPK juga meminta agar pejabat yang tidak tertib dalam melaporkan LHKPN itu untuk mundur dari jabatannya.
Tanggapan Kepala PPATK
Sebelumnya Kepala PPATK Ivan Yustiavandana diterpa isu tak melaporkan koleksi mobil mewahnya di LHKPN. Ivan buka suara mengenai hal itu, dan tak menganggap video yang viral sebagai sebuah ancaman.
"Bukan ancaman kali, ya. Saya percaya niatnya pasti baik siapa pun yang membuat itu. Jika saya dianggap tidak layak jadi Kepala PPATK, pastinya niatnya baik untuk membuat PPATK lebih maju ke depan dengan sosok pimpinan sesuai harapan," ujar Ivan dilansir detikcom, Jumat (12/1).
Ivan bahkan mengaku pernah dituding menggunakan narkoba. Dia yakin semua isu itu memiliki tujuan positif.
"Saya juga pernah diduga konsumsi narkotika sebelumnya. Kan pasti niatnya baik, memang ASN tidak boleh terkait pelanggaran hukum apa pun," imbuhnya.
Diketahui, video yang menyebutkan sejumlah mobil mewah, mulai Alphard, Audi, hingga beberapa mobil lainnya, viral di media sosial. Dalam video yang beredar, mobil itu dinarasikan milik Ivan tapi diatasnamakan istri hingga nama orang lain.
Video itu juga membandingkan data dengan LHKPN Ivan. Dalam laporan LHKPN, Ivan melaporkan harta kekayaannya pada 2022 senilai Rp 4.111.000.000 (Rp 4,1 miliar).
Dalam laporannya, Ivan memiliki kendaraan roda empat tiga unit, yakni Mazda CX-9, BMW X7, dan Toyota Alphard. Lalu memiliki tanah di Depok hingga Ngawi senilai Rp 2.680.000.000 (Rp 2,68 miliar).
Namun Ivan terhitung memiliki utang Rp 2.190.000.000 (2,19 miliar). Lalu dia memiliki harta bergerak Rp 120.000.000, surat berharga Rp 80.000.000, kas Rp 221.000.000, dan harta lainnya Rp 775.000.000.
[Redaktur: Sandy]