Konflik bersenjata di daerah
pegunungan di Papua juga salah satu hambatan pembangunan.
Pasalnya, dana otsus yang seharusnya
diberikan kepada kesejahteraan rakyat digunakan pula untuk menangani pengungsi,
menangani korban atau menambah aparat keamanan di daerah konflik.
Baca Juga:
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: Sentralisasi Baru dan Krisis Ekologis di Tanah Papua
Saat ini pun tidak ada pembicaraan
terbuka antara elit politik di Jakarta dan Papua terkait implementasi otsus,
termasuk penggunaan anggaran, menurut Adriana.
Sebagai contoh, evaluasi otsus saat
ini masih dilakukan sendiri-sendiri. Keputusan merevisi UU Otsus pun berasal
dari pemerintah pusat.
Padahal, ada dua makna utama yang
terkandung dalam otsus, yakni untuk meningkatkan pembangunan di Papua dan
resolusi konflik.
Baca Juga:
Institut USBA Soroti Keppres No. 110P Tahun 2025: “Duplikasi Kelembagaan dan Sentralisasi Baru di Bawah Nama Otsus”
"Otsus memang ada maksudnya
diberikan. Kalau tidak dipahami itu, seolah-seolah otsusnya salah," kata Adriana.
Oleh karena itu, ia mendorong adanya
dialog untuk menyelaraskan pemahaman terkait otsus dan menyelesaikan akar
permasalahan pembangunan daripada mempolitisasi otsus.
Ia mencontohkan kurangnya akses
masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan sebagai salah satu akar
permasalahan di Papua.