WahanaNews.co, Jakarta - Indonesia sejak lama telah menjadi negara yang menjunjung tinggi pluralisme. Setiap warga negara meski berbeda keyakinan mampu hidup berdampingan tanpa masalah yang signifikan.
Namun dalam satu dasawarsa telah terjadi beberapa kali gesekan yang membuat moderasi beragama harus kembali dikedepankan.
Baca Juga:
Akreditasi Unggul, FKG Universitas Moestopo Telah Hasilkan 4.721 Dokter Gigi
Karena itulah dalam Kuliah Kebangsaan bagi Mahasiswa Angkatan 2023 Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan tema 'Mahasiswa dan Moderasi Beragama', Wakil Menteri Agama H. Saiful Rahmat Dasuki, menjelaskan kalau moderasi beragama adalah topik yang penting dalam konteks perkembangan pendidikan, agama, dan kehidupan sosial di berbagai negara khususnya Indonesia.
Menurutnya, moderasi beragama merujuk pada sikap yang seimbang dan moderat dalam menjalani keyakinan agama.
"Di kesempatan hari ini, menjadi sangat penting memahami makna dan maksud moderasi beragama versi Kementerian Agama. Moderasi agama adalah antitesis atas kekhawatiran perkembangan discourse keagamaan ekstrem di tengah masyarakat selama dasawarsa terakhir," cetus tokoh Betawi tersebut.
Baca Juga:
Kejaksaan Agung dan FIKOM Universitas Moestopo Jajaki Kerjasama Strategi Komunikasi Publik
"Diskursus tersebut memiliki relevansi dengan maraknya aksi ekstremisme berbasis agama dan berujung pada kekerasan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Ada yang terwujudkan secara verbal maupun non verbal. Akhir tahun 2017 yang lalu, beberapa lembaga independen melakukan beberapa kali riset, yang hasilnya hampir memiliki kemiripan. Ancaman ekstremisme berbasis kekerasan dapat muncul serentak dan semarak jika tidak diantisipasi," papar pria yang akrab disapa Gus Saiful.
Menurut Gus Saiful, pelajar dan mahasiswa, termasuk mahasiswa Universitas Moestopo, memiliki peran penting dalam promosi moderasi beragama, karena mereka dapat memberikan dampak signifikan dalam membentuk masyarakat yang toleran, inklusif, dan harmonis. Ini sangat penting karena hampir 25% warga Indonesia masih berusia belajar.
Oleh karena itu, penguatan moderasi beragama diyakini dapat memberikan daya kekebalan dan ketahanan kepada 95% warga Indonesia agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh radikalisme dan ekstremisme.