Antibodi
Ia mencontohkan, anak bangsa sendiri
yang menciptakan adanya tes GeNose, swab antibodi, dan lainnya.
Baca Juga:
Naikkan Harga Tes PCR di Luar Kewajaran, Laboratorium PLBN Entikong Ditutup
Ini artinya, kompetisi
dalam negeri itu bisa, apalagi PCR tidak selalu susah-susah sekali sebenarnya,
hanya saja ini berkaitan dengan komitmen dan kemauan kemandirian bangsa.
"Andai saja sejak tahun lalu kita
bisa memprediksi Covid-19 ini berkepanjangan dan cukup mahal, belum lagi kaitan
dengan pengobatan, maka alat testing
dan tracing PCR ini harusnya ini
menjadi kemandirian dan semua itu digratiskan. Kenapa karena paradigma wabah
memerlukan upaya untuk menemukan kasus itu secara cepat dan masif dipopulasi,"
ungkap dia.
Oleh karenanya memerlukan alat testing yang murah bahkan terjangkau
sekali bagi warga.
Baca Juga:
Akhirnya Menko Luhut Buka Perannya di PT GSI Soal Tudingan Bisnis Tes PCR
Tetapi di negara Indonesia karena ada
faktor yang berkaitan dengan materiil, bahan baku juga berkaitan pelibatan
swasta dan juga pemerintah yang belum terbagi perannya dengan baik.
Belum lagi, lanjut dia, masalah dari
vaksinator karena PCR ini menghitung seluruh utility cost, tidak hanya unit
cost terkait dengan alat mesinnya, reagen,
SDM, tata prosedur dan lainnya, sehingga memang terbebani seolah-olah jauh
lebih mahal.
"Kisaran harga idealnya menurut
saya Rp 200-300 ribu. Itu harga sudah ideal karena ada utility cost yang lain di samping dari
alat, tetapi ada reagan yang bahan
pakai habis sifatnya. Kemudian juga ada SDM juga karena harus ada voluntary sebagai swabber juga sebagai tester,"
urai dia.