Tersangka juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa rehabilitasi, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik sesuai dalam pasal 82 ayat (5) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Nahar mendorong penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dilakukan di luar proses peradilan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Nahar menyatakan pihaknya akan terus melakukan koordinasi dan memastikan para korban mendapatkan layanan pendampingan yang dibutuhkan.
“Kondisi korban saat ini sudah membaik dan tinggal dengan orang tua masing-masing. Tim UPTD PPA Bengkulu telah melakukan penjangkauan langsung ke tempat kejadian serta memberikan asesmen dan pendampingan psikologis terhadap anak-anak yang menjadi korban pencabulan. Tim juga telah berkoordinasi dengan dinas pendidikan untuk dipantau proses perkembangan kasus ini mengingat pelaku berstatus sebagai PNS guru agama. Kami akan memastikan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan dan memantau proses hukum agar berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Nahar.
Kasus ini menurut Nahar terjadi tidak terlepas dari adanya ketimpangan relasi kuasa yang besar antara pelaku dan korban.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
Para korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang dalam aksinya juga disertai dengan tindak ancaman dan bujuk rayu yang memposisikan korban berada dalam tekanan psikologis.
“Banyak kasus kekerasan seksual terjadi di institusi pendidikan adalah karena relasi kuasa yang dimiliki oleh pelaku tenaga pendidik dan juga ada ketergantungan yang besar dari anak didik untuk bisa naik kelas ataupun lulus sekolah dengan nilai baik. Posisi anak didik sangat lemah apalagi pelaku juga biasanya mengancam para korban. Dibutuhkan kesadaran dan kewaspadaan dari sesama tenaga pendidik jika melihat ada perubahan perilaku dari anak didiknya atau tindakan oknum pendidik yang mencurigakan. Orang tua juga diharapkan selalu berkomunikasi dengan anak-anak mereka dan terus menjelaskan kepada anak-anak mereka bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain,” tegas Nahar.
Nahar juga mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.