Selain pendidikan militer, Luhut juga meraih gelar master dari George Washington University sebagai bagian dari pengembangan akademiknya.
Seusai Operasi Seroja di Timor Timur, Luhut memperoleh Bintang Satyalancana Seroja yang diserahkan langsung Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf di Markas Kopassus Cijantung, yang membuatnya kerap diajak dalam berbagai operasi dan perjalanan dinas sang jenderal.
Baca Juga:
Luhut Pandjaitan dan Ephorus HKBP Victor Tinambunan Hopeng?
Bintang tersebut pula yang kemudian mengantarkannya menjadi salah satu kepercayaan Jenderal LB Moerdani, penerus Jusuf, dengan berbagai tugas khusus yang dijalankan Luhut dengan baik.
Salah satu tugas pentingnya adalah terlibat dalam proses perampingan personel Kopassus dari 6.600 menjadi 3.000 orang serta pembentukan Detasemen Antiteror setelah mengikuti pendidikan GSG-9 di Jerman dan Royal Army SAS di Inggris pada 1981.
Meski demikian, semua capaian itu tidak membuat Luhut menempati jabatan puncak militer seperti Danjen Kopassus, Pangdam, KSAD, atau Panglima TNI, karena sepanjang kariernya ia hanya sekali menjabat komandan operasional.
Baca Juga:
Gegara Purbaya Polemik Hutang Kereta Cepat Mencuat Lagi, Sandiaga Uno Angkat Suara
βItu pun kelas dua, hanya sebagai Komandan Korem 081 di Madiun,β ujar mantan Danjen Kopassus Letjen Sintong Panjaitan, yang menambahkan bahwa Luhut tetap terpilih sebagai Danrem terbaik di Indonesia pada 1995.
Pangkat bintang satu diraih Luhut saat menjabat Wakil Komandan Pussenif, kemudian menjadi Komandan Pussenif pada 1996β1997 dengan pangkat mayor jenderal, sebelum akhirnya meraih pangkat letnan jenderal saat menjabat Kodiklat TNI AD pada 1997β1998.
Ayahnya, Bonar Pandjaitan, sejatinya berharap Luhut menempuh pendidikan di kampus teknik ternama seperti ITB, namun anak laki-laki satu-satunya itu justru memilih masuk Akademi Militer di Magelang.